Selasa, 15 Mei 2012

Sketsa

satu yang kuinginkan selama ini terwujud. dia berada tepat di depanku. seharusnya aku senang, seharusnya aku tidak berkaca-kaca seperti ini. seharusnya aku tersenyum untuknya.

aku menangis bukan karena tangannya telah merengkuh orang lain, bukan. aku bahkan telah belajar merelakannya untuk pergi dari hidupku. lalu kenapa aku menangis?

karena ini. karena tubuhnya tergeletak tak berdaya di pangkuanku. dari mulutnya terdengar cercauan yg tak aku mengerti. matanya merah akibat belasan botol haram itu. entah aku tak tahu berapa banyak yang ia minum sampai seperti ini. bukan hanya itu, tanganku mulai merasakan hangatnya cairan yang keluar dari perutnya. ingin rasanya aku berteriak saat itu juga, cairan merah kental mengucur deras.
...
perlahan tangannya meraih wajahku hingga meninggalkan berkas merah di pipi kananku. ia mengatakan sesuatu tapi tak kudengar suaranya. hingga pada detik ketiga, malaikat menjemputnya.

tak tahu apa yang harus aku perbuat, tubuhku bergetar hebat. kenapa ia harus merenggut dirinya sendiri dengan belasan botol haram itu sampai penusukan terjadi padanya.

sketsa Erik, Eza dan Biru

NGGAK! 1


“Huuuuaaa!!!” erangku sekeras mungkin sambil mengangkat handphone Mikki tinggi-tinggi dan siap membantingnya ke lantai dengan keras. Langsung saja Mikki mencegahnya.

 "Eh, eh, eh, elo mau ngapain!" Mikki, kakakku itu langsung mengambil handphone dari tanganku yang terangkat tinggi. Wajar saja ia dapat meraihnya, tingginya melebihi tinggiku. "Enak aja elo, udah pinjem handphone gue, malah mau banting pula!" sungutnya. Aku tak menjawab sungutannya itu. Mikki langsung membokar isi handphonenya, ia lepas SIM punyaku dan meraih handphoneku yang tergelat di ranjang. Dengan santainya ia memasang SIM itu di handphoneku.

 "Nah, silahkan banting!" katanya santai meletakkan handphone di tanganku, sejenak aku melongo.

"MIKKIIIII!!!" Teriakku keras, Mikki langsung out dari kamarku. Nyesel pinjam handphone tuh anak, nggak bisa aku banting. Padahal kepalaku sudah berasap menghadapi sms dari Vito. Aku langsung mencharger handphoneku yang sekarat sejak siang tadi.

Sumpah! kalau kayak gini, aku lebih baik mencintai dan menyayangi daripada dicintai dan disayangi. Alasannya, repot, risih, dikejar-keja, meski ada sedikit rasa senang orang lain sayang kepadaku. Tapi untuk satu anak ini, yang pasti membuat aku kewalahan menghadapinya. Pasca putus sama Gio, pengejaran Vito semakin menjadi-jadi. dan sekarang tidak ada lagi yang melindungiku dari 'gangguan' dia. Gangguan, kurasa memang pantas dibilang gangguan.

Aku ini notabene cewek yang tidak terlalu suka sama cowok yang puitis, tapi nggak suka juga sama cowok yang jutek. Bagiku standar-standar saja, nah kalau si Vito termasuk dalam jajaran yang tidak aku suka. Kalau kalian disukai Vito, kalian siap-siap menerima kata-kata pujangga yang menurutku itu membuat ilfeel. Meski tidak dipungkiri kata-katanya memang bagus.

kita coba aja, kalau nggak cocok yah bubar.

SMS Vito barusan terus terngiang di telingaku. "Elo pikir gue baju yang kalau nggak cocok boleh buang. Enak aja, coba-coba elo pikir gue apaan. arrrgghhhh!!! kenapa sih elo nggak pergi aja dari hidup gue!!" aku mengacak-acak rambutku.

"Sekali gue bilang nggak yah nggak." sungutku. Ingin rasanya aku muat tuh anak ke dalam karung terus aku lempar ke dalam roket, biar meluncur ke angkasa. Kalau bisa tinggal saja di sana bersama alien, sekalian jadi kerabat alien-alien. puas aku.

Kuraih handphone dan menyalakannya. Langsung SMS diterima, dari Gio.

"Kyaaaa....Gio SMS gue...!!" belum sempat aku menekan keypad balas, tiba-tiba seseorang menarik tanganku.

"Keluar lo!" seru Mikki.

 "Apaan sih, elo!"

"Elo keki sama Vito kan, gue bantuin elo kerain tuh anak." mendengar itu aku melongo. "Belum ngerti adik kecil gue yang oon, tuh anak ada di ruang tamu, biar kita kerjain dia." lanjut Mikki dengan senyum jahilnya. Aku ikut tersenyum, senyum licik pastinya.

 "Demen deh gue, sama elo bang." ujarku lalu mengikuti langkahnya. Nanti saja setelah misi ini selesai baru aku balas SMS Gio.