Sabtu, 29 Oktober 2011

Dongeng Cinta untuk Keyla


Minggu, 10 Juli 2011
                                                   Dongeng Cinta untuk Keyla

A
ngin berhembus menemani Cinta yang asyik membaca buku di bawah pohon yang ada di depan bangunan kuno itu. Tapi pelatarannya sangat luas. Halaman demi halaman ia baca, dengan penuh konsentrasi.
            “Kak Cinta!” teriak bocah kecil berumuran 4 tahun berlari ke arahnya. Bocah itu langsung memeluk Cinta. “Kakak, jalan-jalan yuk?” ajaknya menarik tangan Cinta manja.
            “Memangnya Keyla mau jalan-jalan kemana?” Tanya Cinta menutup bukunya. Ia mengelus-elus kepala Keyla lembut.
            “Kemana aja, Keyla pengen sama kak Cinta.” Tuturnya. Membuat Cinta gemas dengan bocah ini. Lalu ia bangun dan menggandeng tangan Keyla melangkah menuju bangunan kuno itu.
            Bangunan yang cukup besar itu berdiri kokoh,meskipun modelnya sangat kuno, maklum di buat sejak zaman Belanda. Panti asuhan yang sudah lama berdiri ini tak pernah sepi pengunjung, dan juga anak-anak. Banyak donator yang menyumbang ke panti asuhan ini, ada juga yang mau mengadopsi anak-anak. Termasuk Cinta, ia juga sama tinggal di panti asuhan Kasih Bunda, itulah namanya, sejak lima belas tahun yang lalu. Yah, ia mulai tinggal di sini ketika seumuran dengan Keyla. Bocah kecil yang sekarang sedang bersamanya.
            “Makasih yah Bu.” Kata Cinta tersenyum bahagia mendengar ibu Fatimah, pengelola panti asuhan ini mengizinkannya jalan-jalan bersama Keyla. Ibu Fatimah hanya tersenyum. Mereka berdua lalu pamit.
            Dengan bersepeda santai Cinta dan Keyla menyusuri  jalan yang lengang, memang panti asuhan Kasih Bunda agak jauh dari keramaian. Tetapi itulah yang membuat Cinta betah dip anti asuhan ini, karena di sinilah ia di besarkan. Meskipun ia sudah beberapa kali di adopsi, tapi ujung-ujungnya ia kembali lagi ke panti asuhan. Ia merasa lebih bahagia tinggal di panti asuhan bersama anak-anak.
            “Kita beli ice cream yuk?” ajak Cinta mengayuh sepedanya pelan. Keyla yang duduk di belakang mengangguk senang. Dari sekian banyak anak-anak di panti asuhan, hanya Keyla yang sangat manja terhadapnya. Dan Cinta pun sangat menyayanginya, karena Keyla mengingatkannya pada seseorang.
            Cinta dan Keyla masuk ke toko ice cream. Ia membeli ice cream untuk dirinya dan Keyla. Soal uang, ia dapatkan dari bayaran cerpen dan novellet yang di kirimnya. Dan hasilnya untuk bantu-bantu panti juga kepeluannya. Keyla melahap ice creamnya dengan cepat, hingga mulutnya pun belepotan. Melihat itu Cinta tertawa.
            “Keyla, kak Cinta sudah bilang kan, kalau makan itu harus pelan-pelan.” Katanya membersihkan sisa ice cream di bibir tipis Keyla.
            “Habisnya ice cream ini enak kak.” Jawabnya langsung.
            “Kamu mau nambah?” sergahnya langsung melihat ice cream di gelas Keyla yang tinggal sedikit. Keyla menggeleng.
            “Nggak usah kak, ini juga cukup kok. Nanti saja belinya buat teman-teman di panti.” Ujar Keyla membuat Cinta semakin kagum terhadap anak satu ini. Rasa kepeduliannya tinggi, anaknya juga sangat cerdas. Lalu Cinta pun menyodorkan gelas ice creamnya pada Keyla. Keyla hanya terbengong.
            “Kamu makan aja punya kakak, nanti kita beli lagi buat teman-teman di panti.” Kata Cinta bersemangat.
            “Benarkah kak?” sergah Keyla senang. Cinta mengangguk. Lalu Keyla melahap lagi ice cream yang di sodorkan oleh Cinta. Sesekali ia juga menyuapi Cinta, yang sudah seperti kakak kandungnya sendiri. Bersama Keyla, Cinta selalu merasa nyaman. Sosok Keyla juga sama seperti dirinya ketika masih kecil dulu. Makanya mereka terlihat begitu klop.
            Setelah selesai, Cinta kembali mengayuh sepedanya bukan untuk ke panti. Tapi ke bukit yang di penuhi denga tumbuhan teh, memang di daerah ini termasuk pegunungan. Wajar saja setiap hari udara terasa sejuk.
            “Cinta!” tiba-tiba seseorang memanggil namanya. Kemudian seorang cowok keluar dari dalam mobil bagus dan menghampiri Cinta yang sudah berhenti mengayuh sepedanya.
            “Cinta, mau kemana?” Tanya cowok itu.
            “Mau ke bukit ngajak Keyla jalan-jalan, kamu sendiri mau kemana Ga?” Cinta Tanya balik.
            “Hmm…tadinya sih mau ke panti pengen ketemu kamu, tapi malah ketemu di sini.” Cowok yang bernama Ega malah tersenyum-senyum sendiri. “Oh yah, aku boleh ikut ke bukit nggak, yah itung-itung jaga kalian lah.” Lanjutnya.
            “Kak Cinta, cowok ini siapa sih? Kok genit banget sama kak Cinta.” Tanya Keyla, mendengar pertanyaan Keyla itu Ega dan Cinta tertawa. Lalu mereka berjalan beriringan dengan Keyla yang di tuntun di tengah. Keyla hanya mendengarkan pembicaraan mereka yang kebanyakan tidak mengerti apa yang di bicarakannya.
            “Kamu kuliah dimana, Cin?” Tanya Ega. Cinta hanya menggeleng. Yah, satu minggu yang lalu ia baru saja lulus SMA. “Kenapa? Kamu kan pinter bisa cari beasiswa kan?” lanjut Ega.
            “Aku mau bantu-bantu dulu di panti, kalau ada kesempatan aku akan berusaha untuk kuliah.” Jawab Cinta tenang. Cowok di dekatnya itu tak jenuh-jenuh memandang wajah Cinta dengan pita menghiasi rambutnya, kesederhanaannya menambah kecantikan Cinta.
            Mereka pun duduk di bangku di bawah pohon yang tepat di depannya tumbuhan teh menghijau. Sedangkan Keyla bermain-main air di aliran kecil sembari memetik bunga rumput. “Cinta, kamu tahu kan bagaimana perasaanku terhadapmu sejak SMA?” Kata Ega pelan, namun Cinta dapat mendengarnya. Memang benar, dulu watu di SMA Ega dan Cinta pernah terjalin dalam hubungan pacaran. Tetapi karena banyak cewek yang tidak terima ia berhubungan dengan cowok tampan ini membuat Cinta melepaskan Ega. Walau pun agak berat, namun Cinta hanya ingin tenang tanpa ribut dengan cewek yang mengejar-ngejar Ega.
            “Terus sekarang hubungannya apa?” Cinta malah Tanya balik, membuat Ega mencari-cari jawaban yang tepat. “Udahlah Ga, kamu nggak usah cari jawaban, sampe garuk-garuk kepala gitu…” tawa Cinta lepas, membuat Ega salah tingkah sendiri. Kegugupannya terbaca oleh Cinta.
            “Cinta, aku mau kita kaya dulu lagi. Aku benar-benar masih sangat menyayangimu.” Akhirnya Ega memberanikan diri, ia memegang tangan Cinta erat, di tatapnya Cinta dalam-dalam. Tak ada jawaban apa-apa dari Cinta, ia juga sama terdiamnya dengan Ega.
            Sekian detik mereka menikmati tatapan mata masing-masing. Ada cinta di mata mereka berdua. Cinta yang sama besarnya, namun terlahang sesuatu yang besar pula.
            “Ah, kamu ini konyol, Ga.” Cinta membuyarkan tatapan Ega. “Kamu dan aku itu jauh berbeda.”
            “Please Cin, kita harus yakin kalau cinta kita lebih besar dari yang mereka bayangkan.” Ega kukuh.
            “Aku nggak tahu, Ga.” Ia menatap Ega lagi, cinta di mata Ega tetap bertahan, tak berubah, masih sama seperti dulu.
            “Kak Cinta?!” teriak Keyla berlari ke arah Cinta lalu menyodorkan bunga rumput dari genggamannya pada Cinta. Cinta tersenyum, lagi-lagi Keyla dapat merangkai bunga rumput ini dengan baik. “Ini buat kak Cinta, karena Keyla sayang sama kak Cinta.” Lanjutnya.
            “Makasih yah Keyla.” Kata Cinta membelai rambut panjang Keyla.
            “Buat kak Ega mana, Key.” Ega pun nimbrung.
            “Ih, kak Ega kan genit ama kak Cinta.” Jawabnya spontan.
            “Keyla, nggak boleh kayak gitu.” Cinta menasehati. Dengan cepat Keyla pun merangkul Ega, Keyla memang anak yang cepat akrab dengan siapa saja.
            “Ya sudah, Keyla cariin bunga buat kak Ega yah?” kataya. Tanpa menunggu jawaban dari Ega dan Cinta, ia pun langsung berlari lagi mencari bunga rumput untuk Ega. Namun, baru saja beberapa langkah Keyla berlari tiba-tiba ia terjatuh. Mendengar teriakan Keyla Cinta dan Ega langsung berlari.
            “Yah Allah Keyla!” dengan segera ia meraih Keyla yang sudah berlumuran darah dahinya terbentur batu. Seketika airmata Cinta mengalir. “Keyla…bangun sayang.” Kini Keyla pun tak sadarkan diri, rasa cemas langsung menyeruak dalam hatinya. Ia merangkul tubuh Keyla erat. Dengan di bantu Ega, Keyla di bawa ke puskesmas dan setelah di obati, mereka kembali ke panti.
            Sesampainya di panti kecemasan yang besar juga terjadi pada Bu Fatimah yang melihat dahi Keyla yang terbalut perban. Setelah Cinta menemani Keyla istirahat, ia pun mengucapkan banyak terima kasih pada Ega yang sudah ikhlas menolong Keyla.
            “Aku nggak tahu harus bagaimana membalas semua kebaikan kamu, Ga.” Kata Cinta duduk di samping Ega di pohon yang rindang di depan panti.
            “Kamu nggak perlu balas apa-apa Cin, sudah sepantasnya kan kita saling tolong-menolong.” Jawabnya bijak. Selanjutnya mereka menikmati senja sore ini dengan membiacarakan hubungan mereka yang sempat renggang karena suatu alasan tertentu.
*
            Di dalam kamar yang minimalis, Keyla terbaring. Di sana juga ada Cinta yang setia menemani  anak itu dengan penuh kasih sayang. “Keyla, gimana masih sakit nggak?” Tanya Cinta membelai lembut rambut panjang Keyla. Ia merasa bersalah karena sudah membiarkan Keyla bermain tanpa di temaninya, ia teledor manjaga anak Keyla yang sudah seperti adiknya sendiri itu.
            Keyla menggeleng. “Maafkan kak Cinta yah, kak Cinta nggak bisa jaga Keyla.” Lanjtnya, Keyla hanya tersenyum.
            “Keyla nggak apa-apa kok kak. Kak Cinta jangan sedih, kan tadi Keyla sudah di obtain sama kak Cinta juga kak Ega.” Melihat senyum Keyla membuat Cinta tenang. Ia menggenggam tangan Keyla.
            “Kak Cinta sayang banget sama Keyla, janji yah sama kak Cinta jangan buat kak Cinta khawatir lagi.” Katanya. Dengan semangat Keyla mengangguk.
            Malam terus bergulir, Cinta duduk di pinggir ranjang Keyla dan mulai mendongeng. Yah, inilah kebiasaannya setiap malam. Bercerita untuk Keyla, dan biasanya Keyla akan tertidur setelah Cinta dongeng. Inilah yang mengingatkannya pada seseorang yang sangat Cinta sayang, orang itu juga sama setiap malam selalu mendongengkan cerita untuknya. Dialah kakak Cinta, Dila namanya.
            Tetapi kini, ia telah kehilangan Dila. Sebuah kejadian tragis merenggut nyawa kakaknya, dalam sebuah kebakaran. Rumah yang hanya di huni Cinta dan kakaknya serta seorang pembantu, mengalami kebakaran yang hebat. Memang sejak kecil orang tua mereka telah menghadap Tuhan, dan kebakaran itu telah merenggut nyawa Dila, satu-satunya keluarga Cinta. Tak ada satu pun yang tersisa, semuanya habis termakan oleh si jago merah.
            Kesedihan kehilangan Dila, masih Cinta rasakan hingga saat ini. dari kebakaran itu hanya ia yang selamat, sedangkan Dila dan pembantunya tewas dalam kebakaran itu. Cinta sendiri di selamatkan oleh salah satu penduduk ketika api belum terlalu besar.
            Sampai akhirnya ia tinggal di panti asuhan Kasih Bunda dari umur empat tahun hingga sekarang ini. Sama seperti Keyla, hanya saja ia lebih beruntung telah mengenal ayah dan ibunya, sedangkan Keyla tidak.
            “Terus, apakah cinderella itu akan pergi ke pesta dansa di istana kak?” Tanya Keyla bersemangat, membuyarkan lamunan Cinta.
            “Yah, Cinderella tetap pergi ke pesta dansa itu.”
            “Kan Cinderella itu tidak mempunyai baju bagus kak?”Tanya Keyla penasaran.
            “Cinderella pergi ke pesta dansa di bantu oleh peri yang baik hati.” Katanya menarik selimut Keyla dan menutupi tubuh kecilnya.
            “Apakah pangeran itu juga akan mengajak Ciderella untuk berdansa dengannya?” pertanyaan Keyla tak berhenti. Dengan tersenyum Cinta mengangguk.
            “Sekarang Keyla tidur yah, sudah malam.” Katanya menunduk sambil mencubit hidung Keyla. Ia pun berbalik, tetapi dengan segera Keyla menarik tangannya. Cinta tak membalikkan badannya, ia hanya mendengarkan pertanyaan Keyla yang membuatnya bingung sendiri.
            “Apakah peri yang baik juga akan membantu kak Cinta untuk bersama kak Ega?” pertanyaan yang menggelitiki hatinya. Ia pun memalikkan badannya dan tersenyum.
            “Kalau kita percaya akan adanya keajaiban, itu bisa terjadi sayang.” Jawabnya lembut. “Sekarang Keyla tidur yah?” ia pun mencium pipi Keyla, lalu mematikan lampu kamarnya.
            “Kak Cinta pun selalu berharap keajaiban itu ada Keyla.” Gumamnya dalam hati ketika ia akan menutup kamar Keyla. Ia pun masuk ke kamarnya. Teringat lagi tentang tawaran Ega yang mengajak Cinta ke rumah Ega besok siang. Entahlah, Cinta tak tahu apakah keluarga Ega akan menerimaya.
*
            Hari ini Cinta sibuk membantu di panti. Karena hari ini ada donator yang menyumbang sebagian rizkinya dan pakaian untuk anak-anak. Setiap kali ada yang membantu panti ini wajah Bu Fatimah berseri-seri. Beliau selalu berharap rizki Tuhan terus ada untuk anak-anak Panti.
            Setelah selesai membantu, Cinta pun langsung bergegas ganti baju dan bersiap-siap untuk pergi bersama Ega. “Tuhan…semoga hari ini semuanya akan baik-baik saja.” Gumamnya dalam hati. Usai meminta izin pada Bu Fatimah Cinta langsung meluncur ke tempat yang sudah di janjikan oleh Ega. Fiuuh…udara terasa sejuk, sesejuk hatinya ketika melihat Ega kini berada di depannya.
            “Gimana, kita berangkat sekarang.” Ega meminta persetujuan dari Cinta. Dengan tersipu malu Cinta mengangguk. Dengan mobil berwarna silver mereka melaju ke rumah Ega. Hari ini Ega berniat memperkenalkan Cinta pada keluarganya. Untuk membuat Cinta setuju, Ega harus berjuang keras terleih dahulu, karena Cinta tidak mau keluarga Ega menghinanya untuk yang kedua kalinya. Tapi karena kesungguhan cinta Ega meluluhkan hati Cinta. Ia pun mau, dan risikonya ia akan terima.

Cut*
            Cinta berlari sekuat tenaga, berlari menghindar dari Ega yang terus mengejarnya. Ega berteriak-teriak memanggil Cinta. Tetapi Cinta tak peduli, bak air hujan air mata Cinta tak henti. Perkataan orang tua Ega masih terngiang jelas di telinganya. Sebuah penghinaan lagi harus diterima Cinta.
            “Kamu sadar nggak siapa kamu dan siapa Ega. Hei gadis miskin, ini bukan dunia dongeng. Jangan bermimpi untuk bisa hidup bersama anakku!” perkataan Ibu Rani mama Ega terus mengiang di benaknya.
            “Dan kamu Ega, camkan perkataan mama, sampai kapan pun mama nggak akan menyetujui kamu berhubungan dengan gadis udik seperti dia.” Ibu Rani menunjuk-nunjuk ke arah Cinta. Cinta tak berani menganggat wajahnya meski hanya satu senti saja. Ia merasa begitu rendah di mata ibunda Ega.
            Meskipun Ega membelanya, namun itu tak mengubah perkataan Ibu Rani.
            Cinta berhenti di sebuah bukit. “Cinta…”lirih Ega masih berdiri tak berani lebih dekat dengan Cinta. Ia tahu kali ini perasaan Cinta tersayat-sayat, menimbulkan luka di hatinya. Cinta tak bergeming, tangisnya masih terdengar. Bahkan ia tak mau berbalik untuk melihat Ega.
            “Pergi Ga, tinggalin aku sendiri.” Kata Cinta terbata karena tangisnya.
            “Maafin aku Cin, aku benar-benar…”
            “Bukan salah kamu, aku yang nggak tahu diri. Bermimpi bisa hidup bersama kamu, seharusnya aku sudah bisa memahami semuanya, tentang keluarga kamu, tentang kehidupanmu, yang jauh berbeda denganku.” Perih masih mendinding di hatinya.
            “Cinta, aku…aku yakin cinta kita lebih kuat daripada pertentangan mereka. Kita harus yakin itu.”
            “Sampai kapan aku dan kamu harus yakin tentang itu Ga, ini nggak semudah yang kamu bayangkan. Mencintaimu adalah sebuah angan belaka. Aku sayang sama kamu,aku cinta sama kamu. Tapi orang tua kamu tidak menyetujui kita. Kita nggak bisa menentang itu Ga.” Cinta meluap sekaligus perih. Perlahan Ega mendekati Cinta dan menarik tangannya.
            Cinta menghempaskan tangan Ega. “Tinggalkan aku Ga.” Ujar Cinta berat.
            “Itu akan membuat aku perih Cinta. Please, jangan biarkan cinta kita hancur seperti ini. Bertahun-tahun aku mencintaimu, menunggumu. Aku mohon jangan pergi dariku.” Ega memohon berusaha menatap mata Cinta yang penuh dengan air mata. Cahaya cinta di matanya terluka, Ega dapat membaca betapa beratnya Cinta menerima semua ini. Tapi, ini juga berat untuknya.
            “Aku adalah Cinta,  dan selamanya akan menjadi Cinta. Aku bukan Cinderella yang bisa hidup dengan pangeran yang dicintainya.”
“Jadikan aku pangeranmu Cin, aku kaan berusaha mewujudkan cinta kita bersatu selamanya.” Ega tak terima.
“Ini bukan dongeng Ga, ini adalah dunia nyata, yang mungkin menyakitkan untuk kita berdua.” Setelah berkata seperti itu, Cinta berlari meninggalkan Ega yang masih berdiri mematung memandang kepergian Cinta dengan perasaan yang remuk redam.
“Keajaiban itu nggak datang pada kak Cinta Keyla.” Ratap Cinta dalam hati mengingat perkataan Keyla yang menginginkan keajaiban ada untuknya. Cinta terus berlari menuju panti asuhan.
Sesampainya ia di panti, ia tak langsung masuk ke pelataran, melainkan pergi ke belakang bangunan tua itu. Di sana Cinta bisa menangis, menumpahkan semuanya lukanya. Cinta duduk merangkul kedua lututnya, tak perduli burung-burung berkicau memandanginya. Ia hanya ingin menangis.
***
            Malam harinya, setelah Cinta membimbing anak-anak panti belajar, Cinta pun kembali ke kamarnya yang sangat sederhana. Ia mulai membuka buku catatannya dan langsung menulis tentang semua perasaannya. Setelah selesai Cinta meraih foto yang sudah usang dari dalam lacinya. Foto Dila, Ayah, Bunda dan dirinya sendiri. Kali ini Cinta benar-benar merindukan keluarganya.
            “Ayah, Bunda, kak Dila, Cinta kangen…” Cinta menangis sembari membenamkan wajahnya pada meja. Cinta sesegukkan. Tiba-tiba pintu berderak terbuka, terdengar langkah kaki kecil menapaki lantai. Cinta menganggat wajahnya kembali dan meliaht ke ambang pintu. Cinta langsung menyeka airmatanya.
            “Keyla,” lirih Cinta melihat siapa pemilik kaki kecil itu. Ia pun bangun dan menghampiri Keyla. “Sayang, kamu kenapa, kok belum tidur.” Cinta menghapus sisa airmatanya. Wajah polos Keyla menatap Cinta lekat.
            “Kak Cinta nangis yah?” tanya Keyla. Cinta hanya menggeleng, lalu menggendong Keyla ke tempat tidurnya.
            “Keyla belum jawab pertanyaan kak Cinta, kenapa kamu belum tidur. Tadi kan kak Cinta sudah nyuruh kamu tidur.” Cinta mencubit pipi Keyla yang empuk.
            “Keyla nggak bisa tidur, Keyla pengen denger kak Cinta dongeng.”
            “Yah sudah, kak Cinta lanjutin lagi yah? Sini Keylanya.” Keyla pun berbaring di tempat tidur Cinta. Cinta mulai mendongeng. “Cinderella, kamu ambil beberapa tikus, 1 buah labu dan sebagainya. Kata peri itu, dengan cepat Cinderella pun mengambil apa-apa yang di perintahkan peri. Dengan keajaiban peri yang baik hati itu, akhirnya jadilah sebuah kereta yang sangat indah.” Kata Cinta dengan logat asli para tokoh-tkoh dalam dongeng itu. Keyla mendengarkan dengan cermat.
            Dan Cinta pun terus berdongeng untuk Keyla. “Kak, apakah pangeran itu jatuh cinta pada Cinderella?” tanya Keyla memotong.
“Tentu saja.”
“Terus gimana dengan ibu tiri dan saudara tirinya kak?” tanya Keyla lagi. Cinta mulai melanjutkan ceritanya lagi. Hingga saat Cinderella berdansa dengan pangeran, Keyla bertanya lagi yang membuat Cinta terdiam seribu bahasa.
“Kak Cinta adalah Cinderella dan Kak Ega adalah pangerannya. Itu sangat serasi kan kak? Nanti kak Ega mengajak kak Cinta dansa. Pasti kak Cinta mau kan?” tutur Keyla polos. Bayangan Ega kemabali menari-nari dalam benaknya. Sejurus kemudian bertentangan yang terjadi tadi siang juga ikut nimbrung melintas di benaknya, sangat bertolak belakang dengan yang di alami Cinderella. Cinta terdiam.
“Iya kan kak. Peri baik hati itu pasti bantu kak Cinta deh.” Cinta hanya tersenyum mendengar penuturan polos Keyla.
“Kak Cinta bukan Cinderella sayang, kak Ega juga bukan pangeran kok.”
“Tapi menurut Keyla seperti itu kok.”
“Sampai saat ini juga kak Cinta selalu berharap seperti itu Keyla, meski itu hanya mimpi. Tapi kak Cinta bahagia mempunyai mimpi itu.” Batin Cinta. Ia pun kembali melanjutkan ceritanya. Ia tak ingin Keyla berargumen lebih jauh lagi.
 “Akhirnya Cinderella menikah dengan pangeran itu dan hidup bahagia selamanya.” Dongeng pun usai dengan disusul uapan Keyla yang terakhir. Bocah kecil itu pun tidur pulas di sampingnya. Mata Cinta pun mulai mengantuk, sebelum ia tidur Cinta mencium kening Keyla penuh kasih. Lalu terlelap tidur.
            Mungkin inilah jalan hidup Cinta, ia akan berdongeng untuk anak-anak panti  juga terus menulis.
Selesai
Senin, 22 Agustus 2011
Oleh
Via Fariska

Tidak ada komentar:

Posting Komentar