Senin, 06 Juni 2011
Amel si Bidadari Kecil
“Bell, kamu nggak bisa seperti itu. Ini adalah permainan yang menuntut seseotang untuk bersikap jujur.” Tutur Nemi tak suka dengan sikap Bella yang masih menyembunyikan kertas yang berisi cita-citanya itu. Bella tertunduk memandang wajah teman-temannya.
Mereka sedang menuliskan impian dan cita-cita mereka di sebuah kertas, berharap suatu saat nanti impian dan cita-cita itu terwujud. Bella ingin menjadi model, karena ia mempunyai postur tubuh yang bagus. Bayu ingin menjadi seorang komikus, karena ia maniak dengan komik. Komik apa pun ia suka. Koleksi di rumahnya sudah tak terhitung.
Sedangkan Nemi dan Amel belum menunjukkan impian dan cita-cita mereka. Nemi beberpa kali menelen ludahnya, takut di tertawakan oleh teman-temannya. Amel sendiri masih ragu dengan apa yang ditulisnya di kertas bergambar wenny the poo.
“Sini kertasnya, biar aku yang baca.” Bella meraih kertas itu dari tangan Nemi. Matanya membulat melihat tulisan Nemi. “Ingin jadi istri yang baik buat Kian.” Ujarnya. Kontan Bella dan Bayu tertawa membuat Nemi semakin menundukan kepalanya. Menyembunyikan wajahnya yang oval, dan lesung pipinya semakin terlihat.
“Nemi suka yah sama Kian…” timpal Bayu menyenggol lengan Nemi yang tersipu malu.
“Nemi punya cinta monyet dong…” sela Bella.
“Nggak ada salahnya kan aku punya impian seperti itu. Toh kata mama impian apa pun yang kita inginkan, berusahalah untuk meraihnya.” Terang Nemi. Yang lain mengangguk menyetujui perkataan Nemi. Bukankah impian apa pun seseorang itu adalah wajar. Begitu pun dengan impian Nemi yang ingi menjadi istri yang baik untul Kian.
Di saat yang lain sedang asyik tertawa, Amel semakin menyembunyikan kertas itu. Bahkan kini kertas itu di remasnya. Mata lincah Bayu langsung menangkap pada kertas Amel yang di sembunyikan di belakang tubuhnya.
“Sekarang giliran kamu, Mel.” Kata Bayu meminta kertas itu. Tapi Amel menggeleng. “Ayolah Mel, kasih ke aku.” Lanjutnya. Amel tetap menggeleng. Ia benar-benar tak ingin menunjukkan impiannya itu, bahkan untuk menunjukkannya pada Bayu pun tak mau. Memang, Bayu adalah salah satu orang yang sangat dekat dengan Amel.
“Kamu gimana sih Mel, tadi kamu sudah menyetujui permainan ini. Terus apa salahnya sih kamu menunjukkan apa yang kamu tulis.” Lagi-lagi Bella kesal, wajah cantiknya di tekuk. Tapi itu tak mengurangi kecantikannya.
“Jangan, aku malu…” lirihnya.
“Aku nggak mau tahu, kamu harus menunjukkannya pada kita semua.” Pinta Bella memaksa. Akhirnya Bayu dapat mengambilnya dari tangan Amel, membuka dengan perlahan, Karena kertas itu kusut diremas Amel.
“Sini biar aku aja!” Bella pun meraih kertas itu. Matanya serius membaca tulisan Amel, bibirnya yang merah muda dan tipis tersenyum, dan kini tertawa. Nemi dan Bayu melongo. Tak tahu apa yang di tertawakan Bella.
“Hahaha…kamu nggak akan pernah jadi seperti itu. Mel…Mel…punya impian tuh yang agak pas dong sama kamu.” Kata Bella, Amel menunduk.
“Emang apaan sih yang di tulis Amel.” Nemi pun meraih kertas itu dan kemudian tertawa juga.
“Si gendut kayak kamu nggak mungkin jadi bidadari cantik seperti yang ada di negeri dongeng. Bahkan bidadari dalam cerita rakyat Jaka Tarub pun itu nggak sesuai dengan kamu. Yang pantas jadi bidadari itu aku, aku kan cantik.” Bella memuji dirinya sendiri. Kini kertas itu berada di tangan Bayu. Bayu memandang ke arah Amel, tentu saja tanpa tertawa. Ia mengerti apa yang dirasakan Amel teman sejak kecilnya itu.
Memang Amel mempunyai postur tubuh yang subur, tapi bagi Bayu itu tidak termasuk ke dalam postur tubuh yang gendut. Hanya saja cubby. Bukannya cubby itu manis? Gumam Bayu.
“Eh Bell, kamu baca nggak bagian terakhir yang di tulis Amel.” Tanya Nemi. Bella mengangguk. “Ingin jadi bidadari kecil yang selalu melindungi pangeran yaitu Bayu.” Tuturnya di susul dengan tawa Bella dan Nemi.
Amel mulai berkaca-kaca, pipinya yang gembul dan putih itu memerah. Malu. Tentu saja. Apa pun yang ia impikan selalu menjadi bahan ejekan teman-temannya. Bukankah tadi Nemi bilang apapun impian kita berusahalah untuk meraihnya. Lalu apakah aku salah? Gumam Amel sedih. Bayu terdiam, tak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya.
“Sadar dong Mel, ini bukan dunia hayal, bukan negeri dongeng. Nggak ada pangeran dan nggak ada bidadari cantik.” Kembali Bella mengejek. Angin berhembus menerbangkan poni-poni Amel. Ia yakin, angin, dedaunan serta rumput-rumput di depannya itu juga menertawakannya. Mencibir tentang impiannya, mencomooh dirinya yang gendut mempunyai impian jadi bidadari kecil untuk sang pangeran.
“Apa aku salah mempunyai impian seperti itu?” ujar Amel meminta jawaban teman-temannya.
“Iyalah Mel, coba bayangkan kamu yang gendut punya impian jadi bidadari untuk pangeran Bayu. Nggak wajar banget tahu! Lha…kalau aku kan wajar, aku cantik sedangkan Kian juga ganteng.” Nemi memuji dirinya sendiri. Amel mulai terisak.
“Lagian bukankah bidadari itu mampu melindungi dirinya sendiri, tapi kamu…” cibir Bella tertawa kecil bersama Nemi. Bayu yang melihat kedua temannya terus mengejek Amel mulai kesal. Ia pun berdiri dan memandang ke arah Bella dan Nemi dengan pandangan yang tajam.
“Berhenti mengejek Amel! Kalian semua nggak berhak melarang Amel bermimpi, kalian nggak berhak mengatakan impian Amel nggak wajar!” ucap Bayu menetang. Bella dan Nemi tak percaya ternyata Bayu membela Amel yang menurut mereka tak pantas untuk di bela.
“Bukankah mimpi kamu juga nggak wajar Nemi,” kini Bayu menatap Nemi.
“Maksud kamu, Bay?”
“Kamu bermimpi ingin menjadi istri Kian yang baik. Dan kamu Bella, ingin jadi model. Kalian fikir, kalian lebih baik dari pada Amel. Belum tentu kan? Orang yang mengejek impian seseorang itu berarti mengejek impiannya sendiri. Tadi kalian bilang apapun impian kita berusahalahh untuk meraihnya. Lalu apa salah Amel punya impian seperti itu?” pernyataan Bayu membuat Bella dan Nemi tak berkutik. Mulut mereka terkunci rapat. Tak bisa menentang perkataan Bayu. Tapi tatapan mereka terlihat kesal dan benci terhadap Amel.
“Aku tetap berpendapat kalau impia Amel itu nggak wajar. Dia pikir ini dunia dongeng? Ngayal dia!” umpat Bella. Lalu menarik tangan Nemi pergi dari hadapan Bayu dan Amel.
Setelah kepergiaan Bella dan Amel, Bayu langsung menghampiri Amel yang sudah menjatuhkan tetesan beningnya dari mata sipit Amel. Ia mengambil kertas impian Amel yang sudah kusut. Amel tak berani melihat ke Bayu.
“Kalau mau jadi bidadari kecil yang melindungi pangeran Bayu jangan pernah menetesskan air mata. Karena pangeran itu nggak mau melihat bidadari kecil menangis.” Kata Bayu mencoba menenangkan Amel. Tapi Amel masih tak mau melihat ke arah Bayu, orang yang sudah membela impian yang tak kan pernah terwujud.
Perlahan Bayu mendekati Amel dan duduk di sampingnya memberikan kertas itu di tangan Amel. “Lihatlah Mel, jangan kau buat impian kecil mu itu kusam seperti ini.”
“Berhenti menyebut impian itu Bay!” sungut Amel menyeka air matanya. “Kenapa aku nggak secantik Bella, kenapa aku nggak seberani Nemi. Kenapa aku harus mempunyai tubuh yang gendut, kenapa?” tangisnya meledak lagi. Bayu meraih ranting pohon yang ada di dekatnya.
“Lihat deh Mel, ranting ini jelek kan? Kotor lagi.” Ujarnya. Seketika Amel melihat ranting yang dimainkan Bayu di tangannya. “Terkadang sesuatu yang jelek, kotor, kusam itu tidak selamanya tak berguna. Ranting ini juga bisa digunakan untuk menciptakan sebuah api unggun jika terkumpul banyak.” Terang Bayu. Amel tak bergeming.
“Begitu pun dengan sebuah impian, seburuk apapun itu, setidak wajarpun itu tidak semuanya tak terwujud. Biarkan saja orang bilang apa, kamu harus yakin dengan diri kamu. Kamu jangan merasa paling buruk diantara mereka, karena menurutku mereka belum tentu sebaik yang kamu kirra, sesempurna yang kamu kira.” Bayu menjelaskan dengan panjang lebar. Dengan mudah Amel langsung dapat menyerap kata-kata Bayu itu.
“Dan ini…” Bayu pun mengambil daun kering yang jatuh di sampingnya. “Jika daun ini disatukan dengan ranting, apa yang terjadi jika keduanya berada dalam sebuah tujuan yang sama.”
“Api unggun itu semakin besar,mengahangatkan tubuh yang kedinginan” Amel menimpali. Bayu pun tersenyum melihat Amel.
“Dan ketika ranting dan daun ini bersama di satu pohon, bukankah akan menguatkan sebuah batang pohon dan memperindah pohon tersebut.” Lanjut Amel dengan senyum manis terlukis dibibirnya. Bayu mengangguk menyetujui perkataan Amel si cewek cubby yang mempunyai impian menjadi bidadari kecil untuk pangeran, yaitu dirinya.
“Dan aku yakin kamu adalah bidadari kecil untuk papa dan mama kamu, dan juga aku? Bukankah dari kecil kita selalu bersama.” Kata Bayu, senyum Amel semakin sumringah karena bahagia. Bayu benar masih ada papa dan mamanya.
Sesampianya di rumah Amel, ia langsung berhambur memeluk tubuh mamanya. Perempuan cantik itu hanya melongo melihat tingkah putrinya. “Amel, kamu kenapa?” Tanya mama. Tapi Amel belum juga melepaskan pelukannya. Bayu yang saat itu mengantar Amel hanya tersenyum melihat sahabat karibnya bertingkah seolah-olah tak mau lepas dari mamanya.
“Bayu, Amel kenapa?” kini pertanyaan itu beralih pada Bayu.
“Amel cuma lagi bahagia aja Tante,” jawab Bayu polos.
Kini Amel menatap wajah mamanya. “Mama, Amel pengen jadi bidadari kecil buat mama dan papa.” Katanya pelan. Mama yang mendengar hanya tersenyum.
“Sayang, tanpa kamu minta pun kamu itu bidadari kecil mama, yang selalu mama sayang.” Amel kembali memeluk mamanya.
“Amel, jangan lupain aku dong…” seru Bayu sambil senyum-senyum. Bayu yang sudah lama ditinggal ibunya, juga ingin merasakan pelukan seorang ibu.
“Sini Bayu…” pinta mama Amel. Bayu pun berangsur mendekati ibu anak itu. Kemudian mama Amel memeluk kedua anak yang sudah menjadi sahabat dari kecil itu.
Di bukit belakang rumah Amel, Bayu dan Amel sedang menikamti siang yang teduh. Wajah murung dari anak berwajah cubby itu tak ada lagi. Berganti dengan wajah yang penuh dengan senyum kebahagiaan.
“Amel, nanti kalau kamu udah jadi bidadari terus sayap kamu tumbuh, jangan terbang jauh-jauh yah?” kata Bayu dengan nyengir kuda.
“Ih apaan sih kamu Bay, mana mungkin aku bisa terbang. Ngangkat tubuhnya aja berat kali.” Jawab Amel dengan tersenyum.
“Bukan aku lho yang ngomong…kalau kamu itu gen…uh…cubby…” Bayu menutup mulutnya. Melihat tingkah Bayu, Amel pun langsung mencubitnya.
“Ih…awas yah kamu…” Bayu pun berlari menghindari cubitan Amel.
* * *
Kamis, 09 Juni 2011
Oleh
Via Fariska
Oleh
Via Fariska
Tidak ada komentar:
Posting Komentar