woooii...sesuai permintaan...kak Indra bakalan masuk cerita DDD...tapi bukan di part ini..tunggu aja nanti...
so...yang ini baca aja dulu...maaf kalau jelek...dannn selalu salam MISS YOU buat kak Dhera...cepet baca terus koment dong..:D *harapan*
aku banyakin niih...biar nggak penasaran *baik kan aku...*
tinggalkan jejak kawan
Bagian 7
Tak Jauh Beda
Pukul 20.00 kami sudah berada di sebuah salah satu café di kota ini. Kami berenam bukan untuk makan atau nongkrong dan semacamnya. Tetapi kita ke sini untuk manggung gitu, hitung-hitung menghibur dengan suaraku ini *vibranya yg selama ini gue tunggu*
Dan tentunya Adie kita bawa, tidak mungkin ditinggal di villa sendirian. Aku tidak rela kalau Adie di godain sama penghuni villa *emang ada*. Sekarang saja aku dan ke empat personil Say’A sudah berada di atas panggung dengan bagian masing-masing. Untuk catatan saja, dalam setiap penampilan aku tetap dengan styleku yaitu tomboy tapi girly begitu juga dengan Akis. Sedangkan ketiga cowok yaitu, Aji, Tablet dan Herdi tetap pada style mereka.
Sejenak ku edarkan pandangan ke seisi café, di pojok sana Adie duduk manis dengan minuman di depannya. Pandangannya, aku yakin tertuju padaku. Kemeja kotak-kotak warna biru perpaduan putih sangat pas di tubuh Adie. Aku tersenyum *pastinya akan nyamping* ke arahnya.
Aku dalam posisi vokalis memberi salam kepada pengunjung café. Dalam hitungan menit aku dan yang lain langsung memainkan alat music. Musik Say’A memang bergenre accoustic alternative, dan malam ini menyanyikan lagu You dan akan di susul dengan lagu lain.
*
Dua jam mengisi acara di dalam café dengan menyanyikan beberapa lagu membuat aku pusing sendiri. Usai manggung aku langsung mencari Adie, karena cowok itu tidak ada di tempatnya. Kata pak boss sih, ke tolilet.
Aku bersandar di tembok sambil menunggu Adie keluar dari toilet. Sekian menit Adie belum juga keluar dari toilet. “Die, elo kemana sih?” batinku sesekali melihat jam di pergelangan tanganku. Akhirnya ku putuskan untuk mencari Adie di luar café. Mungkin saja itu anak mencari udara. Tiba-tiba handphoneku berbunyi, panggilan dari Akis.
“Iya Kis.”
“Elo di mana?”
“Ada apa sih?”
“Kita harus pulang, cepet elo ke sini.”
“Iya bentaran, gue lagi Adie dulu.
“Ok, kita tunggu yah.” Klik! Telpon terputus. Aku langsung mencari Adie ke depan, kembali ku edarkan pandangan ke sekeliling berharap melihat sosok Adie. Tak luput handphoneku juga terus menghubungi nomor Adie, tapi yang ada ocehan operator yang asli demi apapun juga sangat sangat menyebalkan. Tuh operator di gaji berapa disuruh ngoceh sepanjang hari *jangan eror deh Nok*
“Adie...elo kemana sih, jangan bikin khawatir dong.” Aku mengacak-acak kecil rambutku saking pusing dan khawatirnya. Namun tingkahku itu langsung terhenti begitu kedua mataku menangkap dua sosok sedang berduaan dengan mesra dalam cahaya lampu yang sedikit meredup. Dari baju yang dipakai cowok aku sangat mengenalinya, itu Adie, untuk memastikannya perlahan kakiku melangkah mendekatinya.
Kalau saja ada malaikat yang saat ini menutup mataku, aku rela. Bahkan berharap ku kembalikkan waktu ini. Oh God, itu benar Adie sedang merengkuh seorang cewek yang tidak aku kenal dia siapa, dengan dress mininya, dan dengan lembut Adie membelai rambut cewek itu, menghapus air matanya bahkan jarak antara wajah Adie dan cewek itu sangat begitu dekat. Sebelum mataku melihat sesuatu yang bisa membuatku semakin hancur seketika, aku langsung membalikkan badan.
Tak dapat aku pungkiri wajah dan mataku terasa sangat panas, entah dari kedua mataku ada sesuatu yang memaksa ingin keluar. Demi apapun, kini kakiku terasa lumpuh. Dan akhirnya tes! Air mataku benar-benar jatuh. Sakit, tentu saja. Rasanya seperti jatuh dari luar angkasa.
Ketika aku ingin berlari, Akis dan yang lain datang. Tetapi pandanganku samar karena genangan air mataku. Aku tidak peduli lagi mereka melihatku menangis, aku langsung lari meninggalkan mereka.
“Inok!” Teriak Herdi hendak menyusul. Dengan segera Akis menahannya.
“Biar gue yang nyusul Inok.” Akis berlari menyusulku.
Dan sepertinya Adie sadar bahwa anak-anak Say’A menyaksikan apa yang ia lakukan bersama cewek itu. Atau tersadar begitu Aji memanggilnya. Entahlah.
@Mobil
“Inok...” lirih Akis menghampiriku yang nyeloroh jatuh dengan posisi menyandar pada mobil. Akis meraih tanganku untuk berdiri dan beralih di pelukannya. Aku menangis. Isakan demi isakan tumpah di bahu Akis.
“Inok, semuanya pasti nggak seperti yang elo pikirkan.” Akis mengelus-elus punggungku.
“Gu..gue nggak nyangka Kis, Adie tega melakukan itu sama gue. Kis, gue lebih memilih tidak melihatnya. Sakit Kis.” Aku sesegukkan. Akis terus menenagkanku *Inok, gue jadi ikut nangis :’(*
“Nok, udah Nok, jangan bikin gue ikut nangis.” Lirih Akis dengan suara parau. Akis langsung menyuruhku masuk mobil, duduk di bagian belakang bersama Akis.
Tak lama kemudian, setelah ngobrol sebentar dengan pak boss Adie, Herdi, Aji dan Tablet menghampiri mobil. Aku tahu Adie malangkah mendekati mobil yang aku tumpungi, yaitu mobilku sendiri.
“Inok, buka Nok, aku mau jelasin semuanya.” Seru Adie di depan kaca mobil yang tertutup. Aku yang sedari tadi diam dalam rengkuhan Akis tidak mempedulikan seruan Adie. “Nok, aku mohon, dengerin aku dulu.” Lanjutnya.
“Nok, itu Adie.” Kata Akis, aku hanya menggeleng. “Die! Mending elo pergi deh, Inok nggak mau di ganggu sama elo!” teriak Akis. Tapi Adie tetap berdiri di depan kaca sambil memanggil namaku. Dengan sedikit paksaan Aji, Herdi menarik Adie ke mobil satunya, milik Akis. Sedangkan Tablet masuk mobilku dan mengemudi mobil yang aku dan Akis tumpangi.
Sepanjang perjalanan aku hanya diam. Jujur saja bayangan Adie bersama cewek itu masih mengusik benakku. Kejadian itu benar-benar telah membuat memory otakku kusut, hang, dan eror. Kalian tahu, bagaimana rasanya. Semuanya...ah! hancur.
“Gue tahu siapa cewek itu.” Kata Akis, sedikit kaget aku mendengarnya. Akis seperti mengingat-ingat sesuatu. “Cewek itu namanya Gea, dia mantan kekasih Adie. Sebelumnya gue, Adie dan Gea memang deket. Hubungan mereka tidak lama karena Gea menduakan Adie, selanjutnya gue tidak tahu.” Terang Akis masih mengelus-elus punggungku.
“Gue tahu bagaimana perasaan Adie saat itu, bahkan semenjak kaejadian itu Adie tidak mau lagi ke Bogor. Ia tidak ingin bertemu dengan Gea. Tapi malam ini, gue sendiri tidak tahu.” Lanjut Akis.
“Adie nggak sampai melakukan hal apa-apa kok Nok, tadi kita lihat nggak sampai kiss.” Sela Tablet.
“Tablet! Kalau bicara jangan asal, nggak ngerti situasi lagi kayak gini apa!” sembur Akis. Aku tidak menjawab. Penjelasan Akis tadi bahkan sama sekali tidak bisa aku cerna dengan baik. Yang pasti satu hal, perlakuan Adie malam ini benar-benar membuat aku hancur.
Akis maupun Tablet tidak ada yang lagi berbicara. Mereka membiarkan aku bersandar di bahu Akis. Kalau elo marah sama gue, cemburu sama gue, bukan dengan cara ini elo membalasnya Die.Kataku dalam hati.
Beberapa jam di perjalanan, akhirnya kami sampai di villa. Aku langsung mauk kamar di susul dengan Akis. Kayaknya masuk kamar, merangkul Ona, Oni dan Oni dan makan pisang terus tidur itu lebih baik daripada terus bergelut dengan bayangan Adie bersama cewek sayco itu.
Bagian 8
Aku Butuh Kamu
Pagi-pagi sekali dengan celana tanggung serta baju oranye aku membuka pintu. Kejadian semalam membuat aku merasa semakin pusing. Dengan menenteng sebuah gitar accoustic aku berjalan menuju bukit yang dekat dengan villa Akis. Setidaknya pemandangan alam membuat otakku menjadi refresh.
Aku duduk di bawah pohon rindang. Dari sini dapat melihat pemangan yang menurutku sangat WAW! Beruntung aku menemukan tempat ini. Perlahan-lahan ku petik senar gitar.
“Every time I think of you. I get a shot right through. Into a bolt of blue. It's no problem of mine. But it's a problem I find. Living the life that I can't leave behind. There's no sense in telling me. The wisdom of a fool won't set you free. But that's the way that it goes. And it's what nobody knows. And every day my confusion grow.” Aku menyanyikan lagu Frente - Bizzare Love Triangle.
“Every time I see you falling. I get down on my knees and pray, I'm waiting for the final moment. You say the words that I can't say.” Tes! Shit! Kenapa nih buliran bening harus keluar sih, begitu bayangan Adie kembali mengusik pikiranku. Dengan sigap aku menghapus air mata itu dari pipiku. Kemudian aku langsung bagun dari dudukku. Sejenak menatap pemandangan alam yang di dominasi warna hijau dengan naungan warna biru yang terhampar di depan mataku. Ku tarik nafas dalam-dalam.
“AAARRRGGGHHH!!! ELO BIKIN GUE GALAU DIE!! KENAPA ELO LAKUIN ITU KE GUE!!” teriakku sekeras mungkin. Toh di sini tidak ada orang, jadi tidak ada telinga yang tersakiti *gila! Caps lock nya sampai keluar Nok* aku kembali duduk dan bersandar di batang pohon, sejenak kepejamkan kedua matanya. Sesaat kemudian, aku pulas bersama hembusan angin yang teduh.
#%%^^&%
Kurang lebih setengah jam aku terbangun, ku lirik jam di pergelangan tangan. Aku lupa sudah pergi cukup lama, pasti yang lain mencariku. Aku langsung beranjak pergi. Tentu saja masih dengan wajah yang uh! Cukup kusut.
Begitu sampai di villa Akis langsung memelukku “Inooookkk!!! Elo bikin kita khawatir tahu nggak. Elo pergi nggak bilang-bilang!” cerocos Akis. Begitu dengan yang lain, mereka langsung menghampiriku. Tapi tidak ada Adie di antara mereka. Kemana dia??
“Inok, elo kemana sih?” sungut Herdi.
“Kita takut elo bakal terjun dari jurang, terus mayat elo nggak ditemukan saking dalamnya tuh jurang.” Timpal Tablet.
TAAK! *anggap saja bunyi jitakan kepala* Aji menjitak kepala Tablet “Ngomong elo nggak lihat jalan.”
“Yeee elo di mana-mana ngomong yah pake ini.” Jawab Tablet sambil menunjuk-nunjuk mulut Aji dengan jari-jemari.
“Idiih, elo demen juga sama mulut gue Blet!” sergah Aji menahan tangan Tablet.
“Sorry Ji, gue masih normal.”
“Normal apa di atas normal.” Goda Aji. Aku dan yang lain hanya cekikikan melihat tingkah tuh dua cowok eror.
“Terus gue harus goyang kayak trio macan gitu?” ujar Tablet. Teng teng teng! Ronda dua di mulai. *ribut mulu ih*
“Nih anak-anak harus di masukkin ke TK kali yah.” Sambung Herdi dengan tatapan sayunya *gubrak! Author sukaaaa*
“Hahah, nggak perlu Jenggot. Enaknya mereka berdua kita bawa ke KUA.” Ujar Akis di susul dengan tawaku dan Akis.
“Udah ah! Rempong kalian, gue mau pisang. Mana pisang gue!” aku beringasan mencari pisang di meja makan. “Kis...!! mana!!” seruku karena tidak ditemukan pisang di meja makan. Daripada pusing mikirin Adie, mending makan pisang *setujuuu*
bersambung...
kritik saran di tunggu...:D
Inok banyak yg nyari tuh...:D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar