ini dia part 11...teman-teman aku mau jelaskan, ini bener hayalanku, jadi kalau ada kejadian yang nggak sesuai maaf karena aku buat juga dengan hayalan saja. dan maslah cewek yg bernama Gea, demi apapun juga, aku tidak tahu kalau Kak Dhera juga punya temen namanya Gea. demi Tuhan aku gak tahu, ini ngasal aja. ini cerita juga gk ada hubungannya dgn idol, ini sesuai hayalanku saja.
trims
happy reading guys...
“Hahah, nggak perlu Jenggot. Enaknya mereka berdua kita bawa ke KUA.” Ujar Akis di susul dengan tawaku dan Akis.
“Udah ah! Rempong kalian, gue mau pisang. Mana pisang gue!” aku beringasan mencari pisang di meja makan. “Kiss...!! mana!!” seruku karena tidak ditemukan pisang di meja makan. Daripada pusing mikirin Adie, mending makan pisang *setujuuu*
“Cari di dapur Nok!” teriak Akis. Aku langsung menuju dapur. WHAT! Cuma satu buah pisang. Siapa nih, yang ngabisin pisangku.
“Akis!! Cuma ada satu!” teriakku lagi lalu menghampiri yang lain. “Kok cuma satu, siapa nih yang makan pisang gue!” ku tatap mata mereka satu persatu. Si Akis menggeleng, Herdi mengangkat bahunya, tanda tak tahu, Tablet menunjukkan sepuluh jarinya lalu di goyangkan, seperti tanda bye. Sama Tablet juga tidak tahu. Kemudian tatapanku terhenti pada Aji yang sekarang hanya cengar-cengir saja. Hmmm! Sudah ketahuan siapa malingnya.
“Ajiii!!!” seruku.
“Sorry Nok, habis tuh pisang lihatin gue mulu pas gue ke dapur. Kayaknya tuh pisang juga demen sama gue, jadi yah gue makan.” Jawabnya enteng. Ada yang punya tambang, ku gantung juga nih orang.
“Yaaah, gue mau pisang gue balik Ji.” Sungutku.
“Ji, keluarin cepet.” Sergah Tablet.
“Gue siapain gunting dan pisau buat ngeluarin pisang dari perut lo.” Timpal Herdi hendak megambil gunting di meja. Aji bergidik.
“Kalian mau mutilasi gue, hah!” Aji melempar tatapan tajam ke arah Herdi dan Tablet.
“Udah Nok, mending beli lagi aja.” Saran Akis.
“Jauh Kis, malas gue jalan kakinya.”
“Tuh, tadi paman gue minjemin gue motor, elo pake aja gih, buat beli pisang. Masih ingat kan jalannya.” Terang Akis. Aku mengingat-ingat sebentar rute jalannya. Aku mengangguk.
Tanpa basa-basi lagi aku berlari ke kamar, mengambil tas cokelat kesayanganku, tentunya setelah yang merah. Selanjutnya aku pamit kepada mereka. Aku lebih memilih pergi sendiri dari padangajak cowok-cowok yang gaje tingkat akut itu.
Ku lihat motor honda beat warna putih bertengger di pelataran villa *semoga kak Dhera inget* ketika akan menaiki motor itu, Adie datang. Sebisa mungkin aku membuang muka ke arah lain. Luka ini masih ada woooiii.
“Nok, mau kemana?” tanya Adie.
“Cari pisang.” Jawabku hanya dua kata.
“Aku temenin yah,?” tawarnya lagi.
“Nggak usah!”
“Tapi...” Adie menahan tanganku. Tapi dengan segera aku melepaskan tangannya.
“Nggak usah Die, mending elo temenin aja tuh cewek.” Sergahku jutek.
“Nok, dia itu...”
“Udah yah, aku pergi.” Aku langsung menstarter motor. Sejurus kemudian motor melaju meninggalkan pelataran villa untuk mencari pisang tercinta *ratu pisang nih, si Inok*
Kurang lebih setengah jam aku sampai pada warung yang kemarin aku dan teman-teman datangi. Dan sialnya, motorku tidak bisa masuk sampai di depan warung, karena gang kecil yang hanya bisa di lewati satu orang. Untuk satu motor memang bisa, tapi bagaimana kalau ada kendaraan lain. Daripada terjadi sesuatu aku lebih memilih memarkir motor di depan gang ini.
Aku berjalan dengan membawa tas selempang cokelat yang kini jadi andalanku. Mataku mengicar buah kuning yang bertengger di meja warung. Langsung saja aku beli tuh buah, sekaligus bercengkrama dengan penjual dan beberapa pembeli. Menanyakan aku dari mana, katanya aku cantik sekali. Makasih Bu, Pak, mbak, teteh dan lainnya. Banyak yang bilang kok aku cantik *pe de nyaaa..*
Setelah memberikan uang kepada penjual itu aku langsung kembali mengendarai honda beat putih ini. Di tengah perjalanan tiba-tiba saja aku ingin mencari tempat yang indah seperti tadi pagi. Ku edarkan pandangan ke sekeliling sambil terus mengemudi sepeda motor.
Akhirnya aku berhenti pada semua jembatan kecil dengan aliran sungai yang jernih. Kalau dilihat-lihat ini mungkin aliran dari sungai yang beberapa hari yang lalu teman-teman nyebur. Aku mencari tempat yang teduh, tak jauh dari pinggiran sebuah pohon dengan batang pohon tumbang di bawahnya, lumayan untuk duduk.
“Enak juga nih tempat,” gumamku sambil terus memandang air sungai dengan gelombang-gelombang kecil. kapan-kapan akan aku ajak teman-teman ke sini.
Aku langsung mengeluarkan dua pisang dari plastik, ku kupas kulitnya lalu segera aku masukkan ke mulut tentunya masih dengan tatapan mengikuti aliran sungai. Sedangkan pisang yang berada di tangan kiriku, ku angkat dan ku pandangi.
“Pisang, elo tahu nggak kenapa tadi malam Adie lakuin itu ke gue.” Tanyaku pada pisan. “Elo nggak tahu yah, huft! Rasanya semuanya hancur, lihat orang yang kita sayangi bersama cewek lain. Kalau elo di posisi gue, pasti elo juga ngerasain yang sama kayak gue.” *Alamak, galau stadium akhir nih Inok*
Aku terus memutar-mutar pisang itu dari segala arah. Tak butuh waktu lama, pisang yang tadi ku kupas sudah masuk dalam perutku. Dan sekarang incaranku pisang yang tadi aku tanya dengan cepat aku kupas kulitnya dan kembali makan *kasihan tuh pisang ckckck*
Kembali ku keluarkan satu pisang lagi dari plastik “Pisang, apa Adie nggak sayang lagi sama gue.” Aku mendekatkan pisang ke telinga, seolah-olah pisang itu membisikkan sesuatu. “Apa, elo bilang Adie masih sayang sama gue.” Aku menatap pisang itu lekat. “Masa siih?” aku mengernyitkan dahi lalu melahap pisang satunya.
Aku menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Bola mataku melihat rona langit yang biru bersih. “Entahlah, pisang. Sekarang gue lebih nyaman sama elo, gue lagi nggak mau ketemu sama Adie. Sebenarnya gue nggak ingin seperti ini, tapi melihat wajah Adie saja itu membuat sakit itu datang lagi.” Aku mendekap plastik yang berisi pisang. “Di sini, iya di sini, rasanya sakiit banget.” Aku menunjuk-nunjuk dadaku sendiri.
Selanjutnya setelah memakan lima buah pisang, aku putuskan untuk kembali ke villa. Pasti yang lain akan mengira aku bunuh diri lagi. Memangnya otakku sedangkal itu yah.
Motor honda beat terus melaju di dermaga yang mulus tanpa cacat ini. Pohon-pohon yang berdiri tegak di pinggir jalan menambah keasrian lingkungan sekitar. Dalam jarak yang tidak bisa aku tentukan, di depan sana kulihat kembali sosok Adie bersama cewek yang sama, sedang duduk di bangku pinggir jalan, aku yakin itu Adie. Postur tubuhnya sangat aku kenali. Mereka sedang bercengkrama dengan seriusnya.
Aku berusaha untuk konsentrasi menyetir, dan tepat di depan mereka aku menambah kecepatan laju motor agar mereka tidak melihatku. Shit! Kenapa di saat seperti ini kembali kurasakan mataku memanas. Semuanya terlihat sangat jelas di mataku. Cantik, cewek itu cantik. Mungkin lebih cantik daripada aku. Tentu saja, pakaian tuh cewek feminime banget. Sedangkan aku? *elo cantik Nok, banget malah*
Oh God, kenapa tadi Engkau memperlihatkan kemesraan mereka di depanku. Kataku dalam hati dengan terus menyetir. Namun tiba-tiba ketika berada di perempatan jalan aku melihat seekor kucing lewat di depanku. Aku berusaha menghindar agar tidak menabrak. Takut! Bingung! Sebisa mungkin membelokkan kemudi, Dan...BRRAAAKKK!! Sepeda motor tergelincir dan aku ikut tersungkur bersama motor itu dan kedua kakiku tepat di bawah sepeda motor.
Aku tidak bisa berpikir apa-apa lagi, masih sempat kulirik ke depan, apakah aku menabrak itu kucing atau tidak, tapi aku tidak bisa bergerak, kakiku terjepit di badan motor. Pandanganku mulai samar, masih ku dengar teriakan seseorang memanggil namaku. Aku berusaha melihat siapa orang itu, hanya bayangan seseorang berlari mendekatiku. Lalu semuanya gelap. Aku tidak sadarkan diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar