halooo....maaf yah baru nongol...asli gara2 modem eror nggak bisa post cerbung...nih aku bawa lanjutannya. nnti jangan lupa like, coment beserta kritik dan sarannnya yah...ok makasiih...
oh yah lupa, kalau temen kalian ada yg mau tag juga...mampir aja dulu ke dindingku yah...
ini dia...kita sambut DHERA DAN SAY'A...:D
“Sebentar yah,” Tante Lisa mengintip ke dalam pintu rumah. “Pus…pus…pus…” mendengar ucapan tante Lisa aku sejenak tertegun, mencoba mencerna sesuatu dari ucapannya itu.
“Pus…pus…itu kan….” Gumamku.
“Nah, sini manis…” Tante Lisa berjongkok hendak menggendong sesuatu yang ia panggil tadi. Tersadar apa yang Tante Lisa gendong, kontan aku histeris.
“KKYAAAA…..KUCIIIIINGGG!!!” Teriakku histeris. Entah karena kaget atau apa, kucing yang tante Lisa gendong tiba-tiba saja melompat dari gendongannya dan mendekatiku. Kontan aku langsung ambil langkah seribu, eh tuh kucing malah ngikut di belakang lari-lari, sumpah! Tuh kucing sok anggun banget larinya. *kucingnya pernah jadi model kali*
“Memey! Papa! Bang Yoga! Bang Yogi! Toloong!!” teriakku dengan sesekali menengok ke belakang. Shit! Tuh kucing putih dengan bulu lebat tetap mengekor di belakangku meski jaraknya tidak terlalu dekat. Sekilas aku melihat tante Lisa tertawa melihatku yang berlari. Ia juga memanggil-manggil nama kucingnya dengan sebutan “Si Manis” ish! Manis dari mana??
Aku lupa selain suka memberiku pisang, terkadang tante Lisa itu jahil kayak si Yoga dan Yogi. Aku yakin betul sebenarnya Tante Lisa tahu kalau aku takut sama kucing, dasar virus Yoga dan Yogi sudah menular ke Tante Lisa, jadi demen menjahili aku. Begitu sampai rumah aku tidak tahu ternyata Yogi juga sedang berada di ambang pintu, dan BRUUK!!! Aku menabrak Yogi dan terjatuh di menindih Yogi, tapi posisinya punggungku menghantam tubuh Yogi.
“ADDAAWW!!!” teriaknya. “INOOOK!! BANGUN LO! SAKIT NIH!” Erangnya. Masih dengan paniknya, aku langsung bangun dan kembali berlari menuju kamar. Takut tuh kucing ngikutin.
“Waah, Yogi maafin tante yah, kayaknya kucing tante suka sama Neng Gia.” Tante Lisa nongol di pintu. Dengan segera Yogi yang masih terkapar di lantai langsung bangun dan cengengesan.
“Tapi tuh anak nggak suka sama kucing Tante. Eh, bukannya tante Lisa juga tahu kalau Inok itu takut sama kucing?” Yogi heran. Tante Lisa malah tertawa sambil menggendong Si Manis.
“Tante gemas aja lihat Neng Gia ketakutan, hihihi wajahnya itu loh Gi…” Tante Lisa tertawa lagi. Yogi hanya menggeleng-gelang.
Di dalam kamar, aku sembunyi di balik selimut dengan memeluk boneka nyemot, eh monyet kesayanganku, namanya Ona, Oni dan Ono . Guling berbentuk pisang juga tak luput aku dekap. Sumpah! Itu kucing menyebalkan.
@#@$#%%&&$%
Bagian 3
Di Izinkan
“Sstt…sstt…bang Yogi!” Aku memanggil Yogi yang saat itu sedang duduk bareng Yoga serta Papa dan Memey di ruang keluarga. Sedangkan aku hanya sembunyi di pintu. Yogi melirik ke arahku. “Semprul, Bantu gue…” kataku memelankan suara, Memey dan Papa sedang asyik mengobrol, sedangkan Yogi lagi baca buku dan Yogi sendiri asyik nonton tv.
“Eh, Inok! Sini lo!” seru Yogi. Ini anak memang tidak bisa dikompromi, aku inginnya Yogi dan Yoga saja yang minta izin untukku. Papa, Memey serta Yoga kontan menoleh ke arahku. Berangsut-angsut aku menghampiri mereka dan langsung duduk di samping Memey dan bergelayut manja.
“Asem dah, gue lihat kemanjaan elo, Nok.” Timpal Yogi.
“Ih, sirik aja elo bang.” Jawabku.
“Kamu belum tidur, Inok.” Kata Memey membelai lembut rambutku. Waaah, seneng deh di perlakukan seperti ini. Mampus tuh Yoga dan Yogi tidak bisa seperti aku.
“Belum.” Aku tersenyum *author meleleh tiap lihat Dhera senyum*
“Papa, Memey, Inok mau ngomong sesuatu nih.” Lanjutku sambil merilik Yoga dan Yogi. Yoga langsung berhenti membaca, dan meletakkan bukunya. ia sudah tahu maksud dari ucapanku, begitu juga dengan Yogi.
“Ngomong apa sih, Nok?” Tanya Papa. Aku menelan ludah. Sekedar catatan, Papa dan Memey jarang mengizinkan aku pergi jauh, selain karena takut terjadi sesuatu aku juga belum terbiasa jauh dari Memey dan Papa *karena elo manja Inok*
“Papa Memey, Inok mau minta izin. Besok Inok mau liburan bareng anak-anak Say’A ke villanya Akis.” Kataku to the point.
Raut wajah Papa dan Memey langsung berubah begitu mendengar ucapanku tadi. Suasana jadi tegang, bayangan akan batalnya rencana besok sudah melayang-layang di kepalaku. Akis yang mewek, Aji yang manyun, Dera gedor-gedor kepala ke tembok dan Herdi ngamuk-ngamuk sambilguling. Aku menggelangkan kepalaku suapaya bayangan itu lenyap *Inok parno nih*
“Buat apa kamu liburan ke sana, di sini juga bisa kan.” Kata Papa. Deg! Jawabannya sudah bisa di tebak, basi Pa.
“Yaaah, Papa, Memey ayolah izinin Inok yah,” rengekku sambil merangkul Memey. Ku lempar pandangan ke Yoga dan Yogi yang hanya melihat, agar membantuku. Sejenak Yoga dan Yogi terdiam dan saling pandang. Parah nih kedua abangku, malah main pandan-pandangan, perlu dipertanyakan ada apa gerangan.
“Gini Pa, Ma.” Kata Yoga. “Menurut Yoga sih izinin aja si Inok, kasihan juga kan kalau liburan besok ia hanya di rumah. Teman-teman terdekatnya kan bareng Say’A, lagian Yoga yakin anak-anak Say’A juga baik-baik dan mau menjaga Inok.” Top buat Yoga, kata-katanya membuatku berlinang air mata *huuaa lebay* kemudian si Yogi menyambung.
“Bener juga kata Yogi Pa, Ma, sekali-kali biarkan saja Inok liburan nggak bareng keluarga. Yogi tahu di sana juga mereka tidak macam-macam.” Waahh, Yogi juga hebat, perlu sedikit tambahan, bicara Yogi terlalu simple *bener2 tukang komentar lo Nok*
“Tuh, abang Yoga dan abang Yogi juga setuju, ayo dong Pa, Mey…” aku menatap mereka dengan tatapan memelas. Terlihat Papa dan Memey berpikir.
“Bukannya gitu Inok, kamu kan manja banget orangnya, panakut lagi. Terus kalau di sana kamu gimana.” Kata Memey. Aku manyun dibilang manja da panakut, meski itu benar adanya.
“Tenang aja Ma, itung-itung ini pembelajaran buat Inok, gimana kalau nggak ketemu Mama yang kerap kali minta di suapin.” Timpal Yoga.
“Iya tuh, biar Inok merasakan jauh dari orang tua, tanpa melihat Gipson, tanpa pisang, nggak ada Ona, Oni dan Ono. Hahha…” sambung Yogi dengan di akhiri tawa. Loh, kok jadi mengejek gue sih, dasar kampret si Yoga dan Yogi. geramku dalam hati melihat mereka.
“Hmm…bener juga yah Pa, biar Inok mandiri.” Kata Memey menyetujui perkataan Yoga dan Yogi.
“Berapa hari di sana Nok?” Tanya Papa.
“Dua minggu kurang, Pa.” jawabku langsung.*kurangnya berapa Nok, kurang banyak yah?*
“Yah sudah kamu boleh liburan sama Say’A, tapi kamu harus jaga diri baik-baik.” Kata Papa. Rasanya aku ingin jingkrak-jingkrak di tempat tidur, meluk Ona, Oni, dan Ono dan mencium Gipson saking senengnya *kapan-kapan peluk Dheractions J*
“Makasih Papa, Memey…” aku peluk mereka erat. Yoga dan Yogi saling tos.
“Kenapa kalian tos-tos gitu?” Tanya Papa. Yoga dan Yogi menggeleng bersamaan. “Ya sudah Nok, sekarang kamu tidur sana.” Lanjut Papa.
“Siiap bos!” sambil hormat ke Papa. Lalu mencium pipi Memey dan Papa. Ketika hendak pergi Yoga dan Yogi berdehem. Aku tersenyum, lalu menghampiri mereka berdua dan memeluknya. *waaahh akur nih* setelah itu langsung cabut ke kamar, menghubingi anak-anak Say’A tentang kabar baik ini.
^%^%^$^$&
Di dalam kamar aku langsung sibuk menghubungi teman-temanku, kalau saat ini kami bertemu pasti sudah saling tos-tosan dengan gelak tawa yang menggema. Senang sekali rasanya besok bisa liburan bersama Say’A selama kurang lebih dua minggu pula. Hahhaha *girang banget si Inok*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar