Minggu, 17 Juni 2012

Cerbung >> Dalam Dunia Dhera *Part 5*



pertama-tama aku mau minta maaf ngepostnya lama, yang kedua yang minta tag niih sorry banget gk tahu kenapa gk bisa tag, aku gk ngerti problemnya gimana? *kl ada yg tahu, kasih solusinya* dan yang ketiga...ini baca deh cerbungnya PART 5, semoga kalian semua suka..i hope..
ceee kiii dooot...

####


            “INOOK!” Aji sudah berdiri di sampingku. Kontan aku tersentak kaget. “Tahu deh kita, kalau elo gugup kayak gini, pasti karena Adie.” *prok prok prok, Aji ingat woooiii*
            “Apaan sih, Lo.” Kembali rona merah menghiasi wajah putih bersihku. Dari belakang Herdi, Dera datang. Jangan salah sangka dulu, meski namanya sama denganku hanya saja tidak ada huruf ‘H’ setelah ‘D’, dia itu cowok. Nama lengkapnya Dera F Hamdani, memegang guitar di Say’A sama seperti Aji.
            “Wooi, udah kelar tuh masalah perut.” Ucap Herdi. Dera memegang perutnya yang terbalut sweater merah.
            “Asem, nih perut! Tapi sekarang udah mendingan.” Jawab Dera.
            “Iya elo Blet, udah tahu mau liburan, malah sarapan nasi goreng pedes pula.” Tambah Aji. Tablet, itu sebutan khusus buat Dera. Alasannya, hhmmm....masih rahasia *senyum gaje deh*
            “Tuh si Inok kenapa?” tanya Dera beralih tatapannya ke arahku.
            “Biasalah, tuh anak kebayang-bayang wajah cakepnya Adie.” Herdi menjawab, langsung saja aku menoyor kepala Herdi dan menghujani dengan tatapan tajam menembus tulang rusuk *sama sekali gak nyambung* tak berapa lama sebuah mobil hitam mengkilat berhenti di depan rumahku. Dari pintu kemudi kemudi keluarlah Akis kemudian di susul dengan Adie. Dag dig dug lagi jantungku *kalau berhenti matilah Nok*
            “Sorry yah, kalian udah nunggu lama.” Kata Akis menghampiri kami berempat. Adie sendiri tersenyum ke arahku lalu berdiri di sampingku. Melihatku yang kikuk sendiri membuat ke empat personil Say’A cekikikan. Aku ini memang terlihat tomboy, tapi kalau masalah hati, hadoooh!!! Perasa banget deh.
            “Kalian kenapa sih?” tanyaku heran dengan menekan setiap perkataanku agar tidak terkesan gugup. Akis dan yang lain tidak menjawab, malah terus cekikikan “Sayco kalian semua!” sungutku. Sedangkan Adie sedari dari senyum-senyum saja.
            “Inok ngambek, padahal pangerannya udah ada di samping tuh.” Timpal Tablet (Dera) kontan membuat wajahku semakin merah.
            “Tablet! Awas lo!” aku menunjuk lurus ke arahnya. “Udah ah, ayo berangkat!” aku menarik tangan Adie dan Akis. Tapi dengan sigap Akis menahannya.
            “Mobil satu untuk enam orang itu terlalu banyak, belum lagi di tambah dengan alat musik.” Katanya. Aku mengangkat sebelah alisku.
            “Maksud elo?” aku belum connect.
            “Jadi gini Inok, gue, Akis, Tablet dan Aji naik mobil elo. Nah, biar elo sama Adie naik mobil Akis.” Terang Herdi yang di susul dengan anggukan kepala Aji, Akis dan Tablet. Tanpa aku sadari aku tersenyum mendengar ucapannya. Tanpa basa-basi lagi Akis langsung melempar kunci mobil ke Adie dan langsung menaiki mobilku yang terparkir tak jauh dari tempatku berdiri.
            Aku masih tertegun dengan tangan kanan memegang tangan Adie. Aduh! Sekarang bunga-bunga di hatiku bermekaran. “Ayo Nok, kita berangkat.” Adie membuyarkan lamunanku. Aku hanya mengangguk kecil. Adie menarik tanganku menuju mobil Akis yang terparkir di depan gerbang. Setelah meletakkan koperku di bagasi, tentu Adie yang melakukannya. Kita berdua langsung masuk mobil.

%&&%^##$#%


            Di sepanjang perjalanan aku masih diam dengan pikiranku. Bukannya apa-apa, aku masih bingung mau berbicara apa sama Adie. Kalau di hitung-hitung sudah hampir satu minggu aku tidak bertemu dengannya, karena aku sibuk dengan Say’A dan sekolahku sedangkan Adie juga sibuk dengan bandnya sendiri. Yah, dia juga mempunyai band.
            “Inok?” panggil Adie. Aku melirik ke arahnya. Wajah itu selalu aku rindukan, senyum manisnya yang ampun membuat aku terbang *dan elo punya senyum nyamping Nok*
            “Iya Die.” Jawabku sedikit gugup.
            “Kamu aneh Nok, kita udah beberapa bulan pacaran tapi kok masih gugup aja sih?” ujarnya lagi. Aku semakin gugup, sambil menggaruk-garuk kepalaku dan senyum tidak jelas. Belum juga aku mau menjawab tangan kanan Adie meraih tanganku yang tadi aku gunakan untuk menggaruk kepalaku yang aslinya tidak gatal lalu Adie mendaratkan di pangkuannya, membuat tubuhku sedikit tertarik mendekatinya. Oh God, semoga jantungku tidak copot saking gugupnya.
            “Hmmm....Die, itu lihat jalannya.” Ucapku. Adie membagi pandangannya padaku dan jalan di depan. Posisi tanganku masih di bawah tangan Adie. Cowok itu menggenggamnya dengan erat.
            “Aku kangen kamu, Inok.” Ucapnya. Ada yang mau ikut, aku mau terbang nih denger Adie ngomong seperti itu.
            “Hmmm...aku juga Die.” Aku ku. Adie tersenyum manis.
            “Nanti di sana aku mau kangen-kangenan sama kamu yah, Nok.” Ucapnya.
            “Emang kangen-kangenan kayak gimana sih, Die.” Aku lemot. Tapi Adie malah senyum-senyum sok misterius, lalu mencubit pipi kananku dengan gemas. “Adie!! Sakit tahu!” erangku menahan tangan Adie.
            “Kamu lucu Nok, aku suka sama senyummu itu.” Waah semakin terbang sudah aku ini, saking tingginya aku bisa lihat kota Cianjur *eror nih si Inok* aku tersenyum mendengar ucapannya.
            “Nok, nggak keberatan kan aku ikut liburan sama kalian.”kata Adie memfokuskan pandangannya ke depan mengikuti mobil Akis dan teman-teman. Aku langsung menggeleng. Mana mungkin gue keberatan Die, gue malah seneng kali. Secara elo itu indah banget di mata gue. Batinku sesekali melirik Adie.
            “Syukurlah, lagian gue juga punya teman di Bogor, sekalian ngunjungi mereka.” Kata Adie lagi melempar pandangannya ke arahku lalu beralih lagi ke depan. Aku hampir lupa, dulu Adie memang tinggal di Bogor, wajar saja ia mempunyai banyak teman. Ditambah lagi Adie adalah teman dekat Akis yang mempunyai villa di Bogor. Sama halnya dengan Akis dan Adie, aku juga sempat tinggal di villa yang papa beli di Bogor, hanya saja sekarang sudah dijual. Dan itu waktu aku masih duduk di kelas 5 SD. *masa lalu*
            “Terus kenapa kamu nggak ajak juga teman band kamu, Die?” tanyaku.
            “Kan udah aku bilang, aku kangen sama kamu, aku pengen berduaan sama kamu.” Langsung muncul rona merah di kedua pipiku. Melihat aku yang merona seperti ini Adie tertawa kecil lalu kembali mencubit pipiku. Kali ini aku tidak melawan, aku berusaha menetralisir perasaanku yang melonjak-lonjak. *Author jadi ikut deg-degan Nok*
            Selanjutnya obrolan kami berdua semakin melebar, meluas, dan memanjang hahaha. Di sepanjang jalan, aku dan Adie tertawa menceritakan sesuatu yang lucu, menarik dan fantastic. Beberapa kali Adie menggelitikiku tapi masih dengan mengemudi.

***

Bagian 5
Aku Takut Die...

            Akhirnya mereka berenam sampai di sebuah villa yang terletak di puncak dengan pemandangan gunung yang indah, susana sejuk dan tanpa polusi. Ini sih namanya damai, aman, dan sejahera. “Antik juga nih villa.” Gumam Aji menggelengkan kepalanya melihat bangunan yang berdiri di depan mereka. Bangunan itu semakin asri dengan pohon-pohon di sekelilingnya. Aku melihat ke sekeliling, rupanya villa Akis jauh dari pemukiman. Berbeda denganku dulu yang berdampingan dengan beberapa villa.
            “Huh! Ini baru namanya liburan!!” teriak Tablet merentangkan kedua tangannya merasakan hembusan udara yang sejuk.
            “Ndesso banget sih, lo.” Timpal Herdi menoyor kepala Tablet. Kami semua pun tertawa.

T.B.C....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar