Minggu, 17 Juni 2012

Cerbung >> Dalam Dunia Dhera *Part 7*


halloo..maaf lama post nya...ada problem sama abangku...oh yah, soal ngetagnya susah...jadi yg lum baca baca di dinding aku aja yah...:D :D :D :D
sok baca lanjutannya...semoga masih tetap menarik yah...
yg sudah baca koment....:)
trims....

            Aku dan Akis duduk di kasur dengan gitar di pangkuanku. “Nok, elo nyanyi deh.” Aku mengangguk.
            “Hey there Adoration, at the first I see you when you playing skateboard. You tricks play amazed me hoooo. And at the moment you fall down i'm so SHOCKED shocked. But you just smiling to your friends.” Ku petik gitar accoustic menyanyikan bait pertama lagu Say’A – Adoration. Akis memeperhatikanku seksama.
“Hey there adoration. When you see me and my eyes. I see you too. Your eyes shine brighter than anyone Hey there adoration. Now I know you. Now we're chummy, I'm so glad. Sometime you said to me that I'll be a part of your life. Is it love at first sight ? Is it love at first sight?” kreek!!! Pintu kamar terbuka, kontan aku menghentikan permainan gitarku. Di sana Adie tersenyum ke arahku dan Akis.
            “Adie, ada apa?” tanya Akis. Adie tak menjawab, aku yakin ia menatap lurus ke arahku. Mendapat tatapan seperti itu dari Adie, aku jadi kikuk sendiri. “Adieee!!!” teriak Akis yang sudah berdiri di sampingnya. Adie pasti tidak menyadari keberadaan Akis saat itu.
            “Akis! Apaan sih elo.” Sungutnya.
            “Ya elo, ngapain natap Inok dengan mata serammu itu.”
            “Gue, baru lihat Inok pakai baju tidur. Cantik.” Jawab Adie tanpa melihat ke Akis melainkan ke arahku. Aku tersenyum mendengar ucapannya, yang menimbulkan rona di pipiku. Memang sekarang aku dan Akis memakai baju tidur pink dengan motif bunga. Rambutku tergerai bebas bahkan terkesan berantakan, tapi Adie masih bilang cantik. Cinta memang buta. *elo emang cantik, gak mungkin ganteng Nok*
            Aku meletakkan gitar lalu turun dari tempat tidur. “Ada apa Die?” tanyaku.
            “Kamu cantik.”
            “Adie, aku bukan tanya itu.” Jawabku lagi. Adie semakin kikuk.
            “Itu si Aji ngajak kita nonton film, yang baru saja ia beli. Kita semua turun yuk.” Kata Adie. Aku dan Akis saling pandang.
            “Film apa?” tanya Akis. Adie hanya menggeleng, tanda ia tidak tahu.
            “Hmmm...ok.” Akis pun keluar duluan. Ketika hendak keluar kamar Adie menaan tanganku, memberikan tatapan sampai ke manik mataku. Aku tak mengerti mengapa tuh anak natap aku sampai segitunya. Bahkan sampai pada ujung kakiku. Aku yang memakai baju tidur lengan pendek dengan celana tidur selutut.
            “Adie! Mata kamu serem.” Dustaku. Padahal aku tak kuat melihat matanya, aku bisa meleleh.
            “Kamu pakai baju apapun tetap cantik, Nok.” Katanya dengan senyum tersungging di bibirnya.
            “Udah yuk, kita turun.” Kataku lebih memilih puji-pujian Adie, bisa terbang ke langit tujuh nantinya. Adie menggandeng tanganku turun ke bawah menyusul yang lainnya. Di anak tangga, Adie membisikkan sesuatu di telingaku.
            “Aku pengen liat kamu pake dress, pasti tambah cantik.” Bisiknya. Seeerr...aduuuh bisikkannya itu lembut sekali, seperti malaikat *masa setan* aku hanya tersenyum manis ke arahnya.
            “Die, Inok, sini duduk.” Ujar Tablet. Mereka duduk berdampingan, dengan urutan Tablet, Akis, Herdi sedangkan Aji sendiri sudah berjongkok di depan TV bersiap-siap memutar DVD. Aku dan Adie memilih duduk di samping Herdi.
            “Blet, matiin lampunya.” Pinta Aji.
            “Loh, kok di matiin.” Sergahku tak mengerti.
            “Yaelah Inok, biar terkesan di bioskop gitu.” Sambung Akis. Aku hanya mengernyitkan dahi, masih bingung.
            “Emang kalian mau nonton apa sih?” tanyaku lagi.
            “Entar juga elo tahu, Inok!” sambung Herdi. Akhirnya Aji menekan tombol close setelah memasukkan DVD.
            “Inok, Adie, kalian berdua duduk di samping Akis sana!” usir Aji. Aku yang masih bingung hanya nurut saja, begitu juga dengan Adie, ia sama sekali tidak jauh dariku. Posisiku dan Adie seperti di ampit oleh ke empat personil Say’A. Terasa sedikit sesak, aku yang tidak biasa terus mendesak Akis agar bergeser.
            “Ih, sesak, Kis elo geser napa!” desakku.
            “Ini gara-gara Aji, tubuh subur elo tuh yang bikin kita sesak. Di bawah aja lo!” timpal Adie.
            “Ogah! Asal sama elo!” Aji menarik tangan Adie.
            “Gue kan nemenin Inok.” Adie menggenggam tanganku.
            “Gue aja yang di bawah sama Akis.” Ujar Herdi menarik tangan Akis. Akis tidak bisa menolak. Kini sofa sudah tidak sesak lagi. Aku berada di tengah di antara Adie dan Tablet. Sedangkan Akis berada di tengah di antara Aji dan Herdi. Kemudian Aji langsung memencet tombol play pada remote yang sudah berada dalam genggamannya. Aku hanya berpikir kalau film yang Aji beli adalah film perang-perangan kalau tidak yah, pasti romantik gitu.
            Layar sudah menampilkan sebuah lebel produksi. Aku mulai mencium gelagat mencurigakan, dan kini terdengar tatanan suara yang menyeramkan. Aku melirik ke arah teman-teman, ada senyum asem terlukis di sudut bibir mereka. Sumpah! Demi apa pun juga, aku baru menyadari apa yang mereka tonton, Suster Ngesot! Lihat tuh tulisan segede angkot dengan gambar muka nggak jelas terpampang di layar. Kontan aku langsung menutup muka dengan kedua telapak tanganku. Sial! Teman-teman sudah mengerjaiku, dan mereka sukses. SUKSES! Huh! Padahal mereka tahu kalau aku paling tidak suka dan paling takut kalau yang berbau horor.
            “Gu...gue...balik ke kamar.” Aku berdiri dari dudukku masih menutup mata dan berusaha tuli supaya suara cekikan yang membuat telinga pecah tidak terdengar.
            “Eh! Eh! Nggak bisa, elo harus tetap di sini.” Ujar Tablet.
            “Kalian jahil banget sih, udah tahu Inok takut sama kayak ginian.” Bela Adie.
            “Die, bukannya kita jahil atau apa, kita semua mau Inok belajar tidak takut lagi. Ayolah Nok, tetap di sini yah. Lagian elo nggak sendirian, ada kita dan Adie di samping lo.” Aku terdiam mendengar penjelasan dari Tablet. Perlahan Adie maraih tanganku dan berusaha menenangkan aku.
            “Please yah Nok, ini cuma film kok.” Akis menoleh ke arahku begitu juga dengan Aji dan Herdi. Sejenak mereka tidak menghiraukan film yang sedang di putar. Aku belum menjawab, tapi perlahan aku duduk kembali. Mereka semua senyum ke arahku.
            “Bailah...akan gue coba.” Jawabku. Mereka mengangangguk. Kini mereka kembali konsentrasi melihat tayangan yang aku saja tidak mengerti jalan ceritanya. Sumpah sudah terbayang di benakku bagaimana rupa si suster ngesot. Di pikir-pikir kok manusia yang punya kaki bisa takut sama suster ngesot, kalau lari saja pasti suster ngesot bakalan kalah, iya kan? *iya juga sih Nok*
            “Kamu tenang yah, ada aku.” Bisik Adie sambil menggenggam tanganku. Aku melirik ke arahnya, dan mengangguk. Beberapa menit telah berlalu, entah aku masih bingung itu menceritakan apa, mungkin menceritakan suster yang dibantai terus di siksa, selanjutnya bla bla bla aku malas menceritakannya, lihat saja setting tempatnya kok gelap seperti itu. Setahuku, rumah sakit itu tidak gelap, bukan kayak rumah tak berpenghuni seperti itu.
            Tanpa aku sadari setiap terdengar suara cekikikan dan dentuman bunyi yang tidak jelas, aku semakin mempererat genggaman Adie dengan menutup wajahku dengan telapak tangan, kalau tidak aku sembunyi di paling bahu Adie.
            “Nok...”
            “Aku takut Die...” apaan nih yang basah di pipi. What! Ini air mataku! Melihat aku yang semakin bersembunyi di balik bahunya Adie langung merangkul pundakku.
            “Guys, gue antar Inok ke kamar aja yah, dia udah ketakutan nih.” Adie mengelus pundakku lembut. Mereka hanya mengangguk serempak tanpa melihat ke arah kami. Akis sendiri sudah ngumpet di balik punggung Herdi. Penakut juga nih anak, belaga sok lihat segala.
            Adie menuntunku bangun dari duduk. “Hati-hati di kamar ada apaan tuh.” Seru Aji.
            “Ajiiiii!!!” geramku kesal. Aji malah cekikian menirukan gaya suster ngesot. Aku lempar pake badak mampus tuh anak. *kekecilan itu Nok, sekalian lempar pake pesawat, pas tuh!*
            Adie membuka pintu kamarku dan langsung menyuruhku tidur, aku hanya mengangguk. Kemudian Adie menyelimutiku. Ku lirik jam di meja dekat ranjang, pukul 22.00. “Inok, kamu tidur yah.” Katanya mengelus rambutku lembut.
            “Die, jangan pergi.” Cegahku meraih tangannya. “Kamu di sini aja, takut ada suster ngesot.” Lanjutku. Adie malah tertawa kecil.
            “Adieee...seriusan!!”
            “Iya Inok, aku nggak pergi kok.” Jawab Adie mengacak rambutku. “Kamu belum ngantuk.” Aku langsung menggeleng.


bersambung...maaf mengecewakan...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar