Rabu, 11 Juli 2012

Cerbung >> Dalam Dunia Dhera *Part 15*


Perhatian!!kali ini kak Indra nggak muncul...mohon sabar...yang minta tag maaf nggak bisa,udah penuh, jadi mohon pengertiannya...:D :D 

            Tak lagi menatap langit, kini tatapannya benar-benar ke mataku. Dan mulailah Adie menjelaskan semuanya. Aku mendengarkannya dengan cermat, tanpa memotong dan melihat mata Adie yang terkurung oleh sesuatu hal yang tidak bisa Adie lawan.

Bagian 12
Aku Bukan Milikmu

            Kicauan burung terdengar sampai ke telingaku. Seperti sebuah instrument indah dengan paduan hembusan angin yang sejuk. Aku duduk di sisi ranjang. Menatap kosong ke luar jendela yang terbuka lebar. Ku lirik jam kecil di meja samping tempat tidur. Pukul 06.00, aku baru tidur tiga jam. Semalam aku tidak bisa tidur, meski sudah ku paksa untuk terpejam. Yang ada kelopak mataku terus nyeloroh air mata yang pasti akan segera ku hapus sebelum ada yang mengetahui. Dan akhirnya aku dapat tidur ketika sudah dini hari. Bahkan Akis bisa tidur pulas di sampingku.
            Sampai saat ini aku masih teringat dengan penjelasan Adie semalam. Oh God, rasanya ini seperti mimpi. Kalau saja ini mimpi, aku ingin segera bangun. Tapi, penjelasan Adie semalam benar-benar nyata dan aku mendengarnya.
            “Inok!” seru Akis terbangun dari tidurnya. Ia menggeliat, kemudian ambil posisi duduk. Menatapku heran. “Nok, tumben bangun pagi. Kan gue belum buatin susu.” kata Akis. Aku hanya menggeleng lemah tanpa melihat ke arahnya.
            “Semalam, aku nunggu kamu sampai larut malam, tapi elo sama Adie nggak masuk-masuk. Jadi gue ketiduran deh.” pinter nih anak, belum di minta jelasin sudah jelasin duluan. Semalam aku masuk kamar dan Akis sudah terlelap.
            “Hei!” Akis menyenggol lenganku. Aku masih tak bergeming. “Lo kesambet yah?” lanjutnya. Aku langsung meraih tongkat dan turun dari ranjang lalu menyambar handuk.
            “Gue mandi dulu yah.” ucapku lalu masuk kamar mandi, meninggalkan Akis dengan wajah bingungnya.
            Sudah lima belas menit aku berada di kamar mandi. Biasanya sampai sepuluh menit juga aku sudah kelar. Mungkin karena lama, aku mendengar Akis menggedor-gedor pintu sambil memanggil namaku.
            “Nok, lo ngapain di dalam, lama amat. Tidur yah,” seru Akis. “Nok! Jangan bikin gue khawatir.” lanjutnya. Perlahan ku pegang gagang pintu, tepat di hadapanku Akis berdiri.
            “Loh, belum mandi yah,” Akis bingung melihatku yang masih mengenakan baju tidur lengkap. Ia memperhatikan wajahku yang mungkin terlihat sangat kusut. “Inok, elo nggak apa-apa kan?” Akis meraba wajahku. Tanpa basa-basi lagi aku langsung berhambur memeluk Akis, dan menangis sepuasnya di sana. Akis yang mendapat perilaku itu hanya terdiam dan membalas pelukanku.
            “Inok, kenapa?”
            “Gue udah tahu masalah yang sebenarnya, semalam Adie udah jelasin semuanya ke gue. Hiks...hiks...hiks...semalem gue udah berusaha tegar dan menerima semua ini, tapi dada gue sakit rasanya Kis...” isakku di pelukan Akis. Cewek tomboy itu menuntunku ke tempat tidur. Aku dan Akis duduk di sisi ranjang.
            “Inok...” panggil Akis menatap mataku.
            “Gue ngerti perasaan elo, gue juga udah ngira reaksi elo bakal kayak gini. Tapi gue yakin elo itu kuat, elo itu nggak lemah.” Akis menghapus air mataku dengan jari-jemarinya. “Ini sudah jalannya Nok, elo sama Adie tidak bisa menjadi satu.” lanjutnya. Kembali ku peluk Akis dan menangis di pundak seorang sahabat.
            “Kis, kenapa semuanya seperti ini.”
            “Gue sama yang lain juga bingung Nok, rasanya ini semua seperti mimpi. Saat Adie menjelaskan ke kita semua, gue juga sedih. Karena gue tahu bagaimana perasaan elo.” Akis mengelus-elus punggungku. “Elo lihat sisi baiknya aja, ini takdir Tuhan yang di gariskan buat elo. Elo masih punya kita semua, tapi Gea mungkin lebih membutuhkan Adie. Gue yakin ada hal istimewa di balik semua ini. Elo sabar yah, Nok.” Akis melepaskan pelukanku.
            “Sekarang elo mandi, pagi ini kita jalan-jalan bareng yang lain.” Kata Akis sembari menghapus air mataku. “Pagi ini elo belum senyum, Nok. Senyum gih.” pinta Akis lagi. Akhirnya aku tersenyum untuk Akis sahabatku, senyum nyamping.

^$#^&&$^#

            “Akiiisss!!!” teriak Aji dari bawah. Aku dan Akis yang baru keluar kamar, kembali menutup pintu. Biar nih gendang telinga tidak pecah.
            “Ya ampun, tuh anak mau menghancurkan nih villa apa!” umpat Akis sambil menutup telinganya dengan syal putih. “Yuk, Nok turun ke bawah, bisa ngamuk tuh orang.” Akis menarik tanganku. Kami berdua menuruni tangga, tentunya dengan Akis menuntunku. Karena aku tak memakai tongkat lagi, aku pengen membiasakan kakiku berjalan agar tidak kaku.
            “Bisa kecilin nggak sih tuh suara kayak rongsokan tahu nggak.” Sembur Akis begitu sampai di depan Aji, Tablet dan Herdi.
            “Yah, elo lama banget. Cewek kayak elo kan kalau dandan ngasal,” ujar Aji manyun-manyum. Wah, masih datang bulan kali yah. Atau masih bertengkar sama pacarnya? I dont know *terus gue harus naik pesawat Sukhoi gitu :D * *Abaikan, author sarap*
            “Nok, mata elo kenapa?” tanya Tablet mendekatiku dan mau menyentuh sekitar mataku. “Lo nangis yah?” lanjutnya lagi. Aku langsung mencubit lengannya sehingga menimbulkan suara kesakitan dari mulut Tablet.
            “Sekali lagi lo ngomong, gue mutilasi lo.”
            “Ih, sadis lo Nok, belum makan yah,” sela Aji.
            “Iya, belum makan orang. Sini elo aja yang gue makan.” Aku berusaha meraih Aji dengan tetap menggandeng tangan Akis. Tapi Aji dengan cepat menarik tubuh Herdi dan berdiri di belakangnya. “Sini lo, Ji!” seruku tapi terus gagal meraih Aji. Tuh anak berlindung di belakang Herdi dan menggoyang-goyangkan tubuh Herdi, sampai tuh cowok terguncang.
            “Ajiii...elo kira badan gue karet, elo mainin!” bentak Herdi.
            “Elo jinakin dulu tuh sih Inok.” seru Aji masih di belakang Herdi.
            “Nggak akan jinak, sebelum gue makan elo.” sungutku *elo lagi marah sama Adie atau Aji sih, atau emang elo pengen makan orang Nok, ckckck*
            “Udah dong, kita langsung cabut guys.” ujar Tablet menarik telinga Aji dan Herdi. Aku dan Akis mengikut di belakang mereka. Tak lupa dengan kamera yang ku gantung di leher.

            Tujuan kami ke bukit, hanya berjalan kaki saja. Tentunya akulah yang sering berhenti, karena kakiku masih terasa sakit. Untungnya anak-anak yang lain membantuku, bahkan Herdi dan Aji bergantian menggendongku. *Adie di mana?* kata Akis hari ini ia ke rumah pamannya, ada sesuatu yang harus diselesaikan. Aku sudah tahu apa yang Adie lakukan pasti bersama Gea. Ok, sejenak aku lupakan dia. Saat ini bersama teman-teman itu lebih baik bukan? *bener buanget*
            “Elo di samping Aji, Kis!” seru Tablet yang saat itu akan memotret kami berempat. Aji yang tadinya di sampingku langsung ganti posisi di samping Akis. Dari depan Tablet mencari posisi yang bagus. Sesekali aku melirik ke Aji. Apaan tuh yang merah-merah di pipi Aji. Ups! Tuh anak lagi memandang Akis yang saat itu sedang tersenyum ke depan kamera. Aku tersenyum sendiri melihat wajah Aji yang aku tahu dia gugup.
            “Huuahahaha!”aku tak sanggup menahan tawaku.
            “Inok elo diem, gue mau ambil gambar nih.” seru Tablet.
            “Sorry Blet, lanjutkan!” ujarku dan kembali melihat ke depan. Tahan, tahan, aku harus menahan tawaku melihat wajah Aji yang merona di samping Akis. *Ada getaran cinta nih*
            Kemudian kami sampai di sebuah tempat yang ih waw, indah! Dari atas sini, kita bisa melihat pemandangan di bawah. Tempat kami berdiri juga berdiri pohon-pohon rindang menambah suasana sejuk pagi ini. Sayangnya aku tidak membawa pisang, kalau ada pisang pasti lebih nikmat. *tetep pisang yah*
            “Huuuaaahhh!!! Indaaaahhhnyaaa!!” teriak Aji merentangkan kedua tangannya. Tablet yang saat itu di samping Aji langsung memegang tangannya. Kontan Aji melongo.
            “Kalau kayak gini tambah indah bukan?” *huuuaaaa...kesambet apa nih Tablet*
            “Blet, gue udah sembuh. Sekarang pasangan elo Herdi tuh,” Aji menarik tangan Herdi dan mendorongnya ke Tablet. Hap! Tepat di hadapan Tablet.
            “Huuuaaa.... gue juga masih normal, cewek gue di rumah.” sambung Herdi.
            “Asem! Gue juga normal kali guys, cewek gue mau di kemanain.” sambung Tablet.
            “Siapa cewek elo?” tanya Aji.
            “Si Guntur itu loh,” Gubrak! Asli nih anak sayco kapan yah?
            “Kalau elo mah sama ini nih,” Aji menunjukkan ketiaknya dan memasukkan kepala Tablet di sana. Kontan yang lain tertawa melihat Tablet yang kelabakan. Kemudian di susul dengan aksi kejar-kejaran oleh Herdi, Aji dan Tablet. Kocak abis, perutku sampai sakit karena tertawa.
            “Kiss!” panggil Aji lalu menghampiri kami berdua yang masih berdiri di tempat. Penganiayaan sedang dilakukan Tablet pada Herdi. Entah si Herdi di apakan.
            “Ada apa Ji?” tanya Akis.
            “Gue...” Aji garuk-garuk kepala. AHAAA!! Aku sudah tahu apa yang akan Aji katakan. “Nok, elo...” Aji melihat ke arahku.
            “Tenang Ji, gue akan tutup telinga kok.” potongku. Aku langsung menutup telinga dengan kedua tanganku. “Sok Ji, ngomong aja sama Akis, gue nggak denger kok!” seruku dengan cekikikan. Akis terlihat bingung, sedangkan Aji gugup.
            “Kis, gue...” deg deg deg deg! *Awas jantungnya copot* “Gue suka sama elo, Kis!” ucap Aji akhirnya. Akis hanya melongo, sedangkan aku hampir aja terlonjak karena ingin tertawa. Aji melirik ke arahku dengan tatapan tajam.
            “Ji, bener deh gue nggak denger kok, yang gue denger cuma kata ‘gue suka sama elo Kis!’” ujarku. Aji langsung menghadiahiku dengan satu jitakan di kepala. “Lanjut Ji, tuh omongan elo belum selesai.” timpalku. Kayaknya sebentar lagi aku akan di kubur Aji karena terus mengganggu mereka.
            “Bawel!” sungut Aji. “Jadi gimana Kis, elo mau nggak jadi pacar gue?” jiiiaaaahhh....Akis yang di tembak, aku yang melesat ke luar angkasa.
            “Waaahh, Akis mau tuh!” seruku lagi masih dengan menutup telingaku. Akis mencubit pinggangku sampai aku mengaduh.
            “Inok! Tutup telinga!” seru Aji.
            “Ih, segitu udah tutupnya juga.” jawabku yang juga sambil menjaga keseimbangan antara tangan di telinga dengan kakiku yang masih agak nyeri. Tapi nyeri itu hilang melihat raut wajah Aji yang asli! sumpah! lucu minta ampun.
            “Terus si Angel, elo kemanain Ji.” ujar Akis. Dapat aku lihat rona merah di pipinya.
            “Udah putus kok, gue sama Angel merasa nggak cocok, gue rasa gue lebih ngerasa nyaman sama elo.” cihuuuuuiii....aku sudah jingkrak-jingkrak *Inok, bener2 ganggu lo*
            “Udah terima aja Kis.” Kataku. Akis hanya senyum-senyum aja. Wah! pasti jawabannya ‘Ya’
            “Sebenernya elo tutup telinga nggak sih.” sungut Aji. Aku hanya cengar-cengir saja lalu melepas kedua tanganku dari telinga tepat bersamaan dengan anggukan kepala Akis. Sekarang aku benar-benar memeluk Akis erat. Akis mengangguk, tandanya YA. Mau tahu reaksi Aji. Tuh anak, joget-joget, kayak trio macan sampai kutu di rambutnya terlempar ke mars, pokoknya reaksinya beuh! GILA! *Sorry kak Aji, authornya sarap*
            Aku di antara kebahagiaan sepasang kekasih ini. Aku juga ikut bahagia melihat Akis bahagia. “Kis, kita nyusul mereka yuk.” ajak Aji menunjuk ke Tablet dan Herdi. Akis melempar tatapan ke arahku. Aku tersenyum dengan gelengan kecil.
            “Kalian aja, gue mau di sini.” aku mendorong tubuh Akis. Langsung saja mereka berdua tertawa bersama menghampiri Herdi dan Tablet. Aku yang masih diam di tempat, hanya tersenyum-senyum sendiri. Kemudian mengambil kamera yang tergeletak di bawah, lalu melangkah ke sebuah tempat yang lebih sepi.
            Di sini, di bawah pohon aku duduk dengan pandangan lurus ke depan. Aku mencari posisi gambar yang bagus untuk memotret pemandangan ini. Jepret! satu potretan yang sempurna. gumamku. Aku menghela nafas dalam. Tak bisa aku bohongi perasaanku, kalau aku masih memikirkan penjelasan Adie semalam.
            Mau tahu apa yang Adie jelaskan semalam. *maulah, cepetan kasih tahu* sabar! Ini yang Adie jelaskan padaku. Aku sendiri berusaha untuk menerima semua yang terjadi. Seperti halnya Adie yang berusaha ikhlas menerima takdirnya. Ini yang Adie jelasakan padaku.

Flashback On

            “Nok, gue mau jelasin semuanya. Tentang Gea, gue, elo, dan bagaimana kita selanjutnya.” Adie menatapku. Aku sudah mencium sesuatu yang bakal menyakitkan nih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar