Kamis, 02 Agustus 2012

Cerbung >> Dalam Dunia Dhera *Part 23* Ending


          “Kis ambilin syal gue di meja dong,” pintaku sambil memasukkan baju-baju ke koper. Akis tak bergeming.
          “Ambil sendiri aja Nok, gue lagi sibuk.” jawab Akis. Ku lirik Akis yang sedang bebenah barang-barangnya. Eh, salah tuh anak malah membongkar kembali isi tasnya.
          “Lo ngapain sih, serius amat?” Tanyaku.
          “Nok, elo lihat tas selempang gue nggak?” ia balik nanya. Aku hanya menggeleng. “Kok nggak ada sih,” Akis kembali mengeluarkan isi tasnya, bahkan ia mau membongkar koperku. Tapi langsung aku hujani dengan tatapan macam. Akis urung, ia membuka lemari pakaian.
          “Akis, udah dong. Mungkin elo lupa naruhnya.” ucapku. Akis berpikir. Setelah beberapa menit terdiam ia langsung berlari keluar kamar.
          Sepeninggalan Akis, aku yang tinggal memasukkan syal aja, lalu packing barang-barang pun selesai. Aku mengambil gitar acoustic dan memainkannya. tujuh menit kemudian, Akis datang dengan wajah kesal dan membanting pintu dengan keras.
          “Akis! Elo kenapa sih?”
          “Gue sebel, Nok!” tampangnya ancur. “Coba elo lihat!” ia menunjukkan tas selempang yang ia cari tadi. Tapi tuh tas gagangnya putus.
          “Loooh... itu kenapa?”
          “Ini gara-gara Aji, kemarin pulang dari café Aji bawa tas gue. Katanya nyangkut di paku saat ia ngejar anak-anak, tuh putus deh.” wajah Akis ditekuk.
          BRAK! Pintu dibuka seseorang dengan keras. Kalau ini memang villaku, udah aku omelin tuh orang. Dua kali nih pintu di gebrak dengan keras, kasihan kan si pintu.
          “Ngapain elo ke sini.” sorot mata Akis tajam melihat cowok yang masuk dengan tiba-tiba itu.
          “Gue minta maaf Kis, gue nggak sengaja.” ujar Aji tetap di ambang pintu. Aku yang melihat mereka marahan hanya diam saja.
          “Idiih gampang banget elo minta maaf.” sungut Akis.
          “Kis, beneran gue minta maaf. Gue janji, gue bakal ganti tas elo.”
          “Tapi nggak ada yang sama seperti ini.” kok kasusnya sama sepertiku yah.
          “Tapi Kis,gue...”
          “Ya udah sana pergi, asal nanti elo mau ganti dengan yang baru, bermerek, dan mahal.” ujar Akis sedikit terdengar sadis.
          “Iya tenang aja. Tapi elo maafin gue kan?”
          “Iya, iya. Sekarang kalau elo nggak mau pergi, gue berubah pikiran dan nggak mau maafin elo.”
          “Iya, gue pergi Kis.” Tapi tuh anak langkahnya bukan keluar, tapi malah mendekati Akis. “Gue minta ini yah?” Aji menunjuk pipinya sendiri. Langsung Akis menunjukkan kepalan tangannya, membuat Aji urung dan berlalu pergi. Aku yang duduk di atas tempat tidur hanya ngakak saja melihat pasangan gokil ini.
          “Ngapain elo ketawa.” sembur Akis.
          “Yaelah Kis, yang ngerusak tas elo kan si Aji, bukan gue. Kenapa tatapan setan elo juga ke gue sih?” protesku.
          “Yah elo ketawanya bangga banget. Udah elo bantu gue packing!” paksanya.
          “Ogah! Elo aja sendiri.” Aku berbaring sambil memainkan handphoneku tak mempedulikan bibir Akis yang sudah manyun lima senti.
          “Nok, ngomong-ngomong soal barang yang rusak, gimana dengan miniatur taman yang dipecahkan Kak Febri. Pas waktu di villa Kak Ivan, elo muncul bareng Kak Febri akur gitu, elo nggak marah lagi sama kak Febri.”
          “Gue emang sempat marah dan kesel tingkat internasional sama Kak Febri. Tapi kan gue nggak bisa egois, Kak Febri juga nggak sengaja mecahin miniatur itu. So, semuanya baik-baik aja kok.” jawabku enteng. “Kalau elo, marah nggak sama si Aji karena itu tas.”
          “Asal dia mau ganti aja.” jawabnya cengengesan. Aku melempar boneka ke arahnya.
          “Gue capek, mau tidur.” ucapku.
          “Nok, barang-barang gue belum masuk semua nih, bantu napa.”
          “Minta bantuan Aji aja.” aku menarik selimut dan terbuai dalam mimpi.
***
          Esok harinya, aku dan Akis sudah rapi. Aku memakai celana pendek,  dan T-shirt pink. Sedangkan Akis memakai jeasn panjang dan T-shirt panjang juga. Kami berdua menuruni tangga, tapi jujur saja aku tidak kuat membawa barang-barangku ini.
          “Indraaaa!!!” teriakku yang langsung melihat sosok Indra nongol di pintu.
          “Iya Dhe!” balasnya.
          “Bantu gue ngangkat nih koper!” teriakku lagi. Indra langsung masuk ke dan menghampiriku. Degan sigap kami berdua membawa koper ini turun bersama. Akis yang berada di belakangku hanya melongo.
          “Gue juga berat Ndra, bantu dong.”
          “Biar gue aja.” Aji datang dan melempar tas miliknya ke arah Tablet. Kontan  Tablet jatuh ke sofa.
          “Gue orang Ji, bukan kursi.” sungutnya. Tapi Aji tidak peduli ia langsung mengahampiri Akis dan membawa tas pacarnya.
          Begitu barang bawaan sudah masuk bagasi mobil. Kita semua menghampiri Ivan dan Febri yang juga sudah ada di sini. “Kak Ivan dan Kak Febri kita pulang yah. Jaga diri kalian baik-baik.” tuturku di depan mereka. Ivan dan Febri menatapaku sebentar lalu beralih menatap ke arah Indra.
          “Ndra, kita berdua izin meluk Dhera yah,” ucap Ivan.
          “Apa?!” Indra kaget.
          “Boleh kok Van, Feb. Biar kita tutup mata si Indra.” sela Herdi. Lalu ia bersama Tablet menutup mata Indra.
          “Hei, apa-apan kalian.”
          “Udah diem lo Ndra, dari pada elo lihat terus cemburu bisa berabe kan?” kata Tablet. Indra hanya pasrah. Aku terkekeh melihat Indra.
          “Ndra boleh nggak?” aku memastikan.
          “Yah boleh, asal jangan lebih dari lima detik.” jawabnya.
          “Satu menit yah, Ndra.” ujar Febri. langsung Indra menunjukkan kepalan tangannya. Sejurus kemudian Febri dan Ivan memelukku bersamaan. Aku seperti di peluk sama Yoga dan Yogi.
          “Selamat jalan Dhe, hati-hati yah.” ucap mereka bersamaan, aku hanya mengangguk.
          “Kapan-kapan kalian juga main ke Cianjur yah,” kataku.
          “Kalau ada waktu yah, Dhe.”
          “Woooii...gue rasa udah lebih satu menit!” seru Indra.
          “Belum Ndra, baru 45 detik.” timpal Herdi.
          “Nggak mungkin! Febri, Ivan, udah lo!” Indra melepas tangan Tablet bersamaan dengan lepasnya pelukan Ivan dan Febri.
          “Ya udah, kita balik yah Kak.” kini Akis pamit. Lalu mereka semua berjabat tangan tanda perpisahan.
          Sebelum masuk mobil, aku ingat sesuatu. Lalu berbalik dan menghampiri Ivan dan Febri. “Ada yang ketinggalan, Dhe?” tanya Febri. Aku hanya tersenyum.
          “Ini buat Kak Febri, simpan yah, ini topi kesayangan gue.” kataku sambil memasang topi di kepalanya.
          “Dan ini buat Kak Ivan.” aku juga memakaikan kacamata padanya. Mereka berdua hanya tersenyum “Gue tunggu kalian di Cianjur, daaaaahhhh.....!!!” seruku sambil melambaikan tangan padanya lalu masuk mobil Indra.
          Sekarang mobil yang kami tumpangi ada tiga, aku dan Indra memakai mobil Indra. Akis dan Aji memakai mobil milik Akis. Sedangkan mobilku dipakai sama Herdi dan Tablet, dan alat-alat musik di bawa ditiap mobil. Adie kemana? Tuh cowok katanya nanti pulangnya besok, sekalian membawa Gea ke Cianjur. Sejak Indra datang Adie memang jarang bersama kita lagi, katanya sibuk dengan Gea.
          Mobil kami melaju pulang ke Cianjur, meninggalkan kenangan selama kurang lebih dua minggu ini. Indra memang ikut ke Cianjur, katanya mau ngantar aku ke rumah, kalau Ivhi ia masih di Bogor.
~~~~
          Beberpa jam di perjalanan, akhirnya kami sampai di depan rumahku. Setelah berbincang-bincang dengan teman-teman di basecamp, kemudian yang lain pamit pulang ke rumah masing-masing. Begitu juga Indra yang baru saja selesai ngobrol bareng Memey karena Papa belum pulang.
          “Ndra, nanti sering-sering main ke sini yah,” kata Memey dengan aku di sampingnya.
          “Insya Allah Tante...” jawab Indra tersenyum. “Ya sudah tante, Indra pamit pulang.” Indra mencium punggung tangan Memey lalu mengacak-acak rambutku.
          “Jangan nakal yah, Dhe.” ujarnya.
          “Bawel.” balasku.
          “Hati-hati yah, Ndra.” aku dan Memey melambaikan tangan padanya. Beberapa saat kemudian, mobil Indra hilang dari pandangan. Aku dan Memey masuk. Tentu saja aku ingin segera berbaring di tempat tidur kesayanganku.
          “Akhirnya, sampai rumah juga.” aku mengempaskan tubuh ke tempat tidur. Kreek...pintu terbuka, ternyata Memey.
          “Memey...” aku mengambil posisi duduk memeluk Ona, Oni dan Ono, kalau boneka dari Indra aku sudah pajang di meja kecil samping ranjang.
          “Kamu belum cerita sama Memey, gimana liburan di sana. Menyenangkan bukan?” tanya Memey.
          “Menyengkan sih Mey, di sana ketemu sama Kak Febri dan Kak Ivan.”
          “Kamu ketemu mereka?” Memey tak percaya. Memey memang kenal betul dengan mereka berdua. Bagaimana tidak, aku kecil dulu bareng mereka terus.
“Iya. Tapi Inok juga dibikin pusing sama mereka Mey.”
          “Kenapa?” Memey terlihat penasaran. Nggak etis banget deh, gue cerita perasaan Kak Ivan dan Kak Febri sama Memey. batinku.
          “Yaaah, gitu Mey.” aku menggaruk-garuk kepala. “Oh yah, bang Yogi mana Mey” aku sudah kangen pengen lihat Yogi, apa tuh anak sudah mahir main gitar?
          “Tadinya sih main kerumah temennya, bentar lagi juga pulang,” Jawab Memey. Aku manggut-manggut, lalu memeluk Memey manja.
          “Mey, bikinin susu buat Inok yah.”
          “Ya ampun Inok, Memey kira di sana kamu sudah jadi cewek mandiri. Terus siapa yang bikinin kamu susu di sana?”
          “Si Akis sih, cuma bikinan Memey lebih enak, Akis mah kalah jauh deh. Yah, yah, yah, bikinin. Kan Inok baru pulang.” Manjaku kumat. Memey menarik hidungku lalu mengangguk.
          “Memey baru inget, tadi Memey nggak lihat Adie di antara mereka. Adie kemana, Nok?” tanya Memey lagi. Kali ini aku tak langsung menjawab, terdiam dalam pelukan Memey. Adie?
          “Kenapa kok diem Nok?”
          “Adie...masih di sana Mey.” jawbaku singkat, masih ragu apakah harus menceritakan hal ini.
          “Looh...kalian tinggalin atau gimana?”
          “Memey seharusnya udah bisa menebak gimana hubungan Inok sama Adie, kan tadi Inok bawa Indra ke sini?” balasku.
          “Memey tahu, tuh Indra pasti pacar kamu. Tapi si Adie kenapa?” Memey sudah kayak wartawan dari tadi tanya mulu. Aku masih di pelukan Memey, bahkan tiduran di pangkuannya. Rasanya perih lagi kalau mengingat Adie.
          “Memey, bukannya kami ninggalin Adie di sana. Tapi di sana Adie dijodohin, bahkan beberapa hari lagi Inok denger Adie mau tunangan Mey.” aku bersaha tegar menjelaskannya. Aku melirik Memey sebentar untuk melihat reaksinya, memang memey sempat kaget mendengar penjelasanku. Lalu ia membelai rambutku lembut.
          “Awalnya Inok sulit untuk menerimanya Mey, tapi perlahan Inok bisa apalagi ada Indra. Lagian Memey juga tahu kan Indra, dulu pernah satu SMP sama Inok. Anak-anak Say’A juga selalu menghibur Inok. Jadi perlahan Inok bisa menerima semuanya.” terangku.
          “Sekarang Inok udah besar yah, bisa berpikir secara dewasa. Terkadang sesuatu yang kita ingini tidak mesti kita miliki kan, Nok. Di balik semua ini pasti Allah merencakan yang lebih indah lagi buat kamu.” nasihat Memey. Aku hanya tersenyum.
          “Iya Memey, pokoknya di sana sempat membuat dunia Inok jungkir balik, terutama dunia cinta Inok. Dari Adie, Indra, kak Febri dan Kak Ivan. Mereka semua memporak-porandakan duniaku.”
          “Loh, Febri dan Ivan. Mereka juga su...”
          “Eh bukan itu maksudnya.” aku menyadari kalau tadi aku keceplosan menyebut nama Febri dan Ivan.
          “Hayoo...ada apa dengan mereka.” goda Memey. Aku langsung bangkit dari pangkuan Memey.
          “Ng...ng...nggak kok Mey...” jawabku bingung. Untuk sekarang aku tidak mau membicarakan perasaan mereka berdua dan juga tentang Febri yang memecahkan miniatur itu. Mungkin suatu hari nanti.
          “Kok mukanya merah sih?” Memey masih menggoda.
          “Memey apaan sih, udah ah! Mending buatin susu buat Inok yah, sekarang Inok mau pacaran dulu sama Gibson. Daaaahhh... Memey!!!” seruku lalu beranjak pergi ke ruang tengah dengan terburu-buru.
          “Inoook...!!!” Teriak Memey hanya geleng-geleng kepala.

THE END
Rabu, 18 Juli 2012
11.46

Tidak ada komentar:

Posting Komentar