Selasa, 03 Februari 2015

...Sampai Tak Menyadari Kedatangannya

...Sampai tak menyadari kedatangannya.
Ia begitu lembut, halus, mengelus setiap pori dalam tubuhku, mengisinya dengan udara segar. Entah sejak kapan itu terjadi. Hari ini, kemarin, yang lalu, atau bahkan sejak pertama aku mengenalnya. Entahlah. Ini bukan semata hanya kelabu, warnanya bisa terlihat, juga jelas apalagi ilusi. Ini jelas nyata. Aku mengenalnya, sudah kurun waktu kurang lebih enam tahun. Tapi mengapa aku tak menyadari kedatangan rasa hangat namun mengilukan itu.

Kini aku tak tahu lagi harus bagaimana. Jujur, aku tersiksa. Terlebih aku menyadari satu hal yang 'mungkin' itu salah. Atau bisa menjadi sesuatu yang tidak mungkin terjadi. Nyatanya ini jelas terasa, membuat aku lebih sering menekan dadaku lebih kuat agar tidak meledak kala aku mengingatnya, mengenangnya, atau merindunya. Itu jelas salah. Kesalahan yang entah dibuat siapa.

Ah, aku akhirnya menyadari satu hal. Mungkin ini karena kesalahanku juga kesalahnnya. Iya, seperti itu. Rasa ini tidak mungkin muncul begitu saja kalau tidak ada yang memicu. Dan kurasa dia sendiri yang telah memicu degup jantungnya terasa meningkat, aliran darahku begitu terasa deras, bahkan bisa membuat sepasang kakiku seketika lumpuh. Haruskah ku jelaskan point yang memicu itu? Tidak. Karena hanya aku yang merasakannya, mungkin dia tidak berniat untuk memicu rasaku itu.

Kesalahan yang entah keberapa, yaitu terlalu terlena dengan ucapan yang keluar dari bibir manisnya. Tentang semua mimpi-mimpi yang dia gambarkan (mungkin dia telah mengalami mimpi itu, atau sebaliknya) yang pasti belum pernah aku merasakan mimpi-mimpi yang kau terangkan. Ah, bukan sekadara menerangkan dia juga menawarkannya padaku. Mimpi-mimpi indah yang belum pernah kurasakan. Bagaimana aku tidak terlena karena itu. Terlebih jika dialah yang mengajakku memasuki mimpi-mimpi indah.

Sekali-dua kali mungkin tak apa bagiku. Aku bisa menanganinya. Namun, mimpi-mimpi yang terus kau tawarkan semakin menyeretku lebih dalam, seolah mendekati mimpi itu tapi belum tersentuh, karena aku berpikir hanya tangannya yang bisa memasuki pintu mimpi-mimpi.

Masih biasa. Tak begitu kurasakan rasa itu datang. Masih dalam bentuk sentuhan halus dalam yang membuatku nyaman, tenang dan tak terusik. Aku seperti tidak ingin kenyamanan ini hilang. Karena aku benar-benar ingin merasakan betapa indahnya mimpi-mimpi itu. Masih dalam kategori 'ingin' dan bisa juga ini hanya obsesi.

Tak ayal.Aku seperti terjengkang entah ke alam mana. Yang jelas itu seperti membangunkan aku dari tidur panjangku, membuka tirai di mana aku asyik dengan kenyamana dan ketenanganku. Tirai itu terbuka begitu tiba-tiba, sampai aku bisa melihat diriku pada cermin yang terpajang di depanku, entah sejak kapan.

Yang kulihat di cermin itu....Ah! Itu sepertinya bukan aku. Mana mungkin aku seperti itu. Ya Tuhan, apa yang kuberbuat. Wajah yang selalu kutaburi dengan babypower sekarang tersapu oleh make-up yang terlihat lebih -indah- garis mata atas dan bawah tergaris dengan eyeliner juga terlukis rapi, bibir tipisku terpoles lipsglosh pink ranum, rambut yang kerap kali terlihat tergerai bebas kini tergulung ke atas, menjuntaikan anak-anak rambut pada dua sisi pelipis.

Sekilas itu seperti bukan aku. Kenapa aku melakukan itu? Ah, aku ingat semalam dia mengirimku pesan kalau ia akan pulang dan ingin bersilatuhrami ke rumahku. Apakah karena itu aku mengubah penampilanku sebeda ini. Aku tak tahu pasti. Yang terlintas di benakku hanya ingin bertemu dengannya, terlihat indah saat di depannya. Hanya itu yang aku pikirkan.

Lalu? Apakah aku mengubah kembali penampilanku saat itu seperti biasanya? Oh itu tidak aku lakukan, yang segera kulakukan begitu menyadari setiap detail penampilanku, aku mengacaknya dengan kacau. Tapi aktifitasku seketika berhenti saat satu pesan masuk ke ponselnya.

Pesan darinya.

Mengatakan maaf karena tidak bisa datang hari ini karena ada keperluan lain.

Ngilu, perih dan detak jantung yang semakin kencang membuat aku limbung ke lantai. Terduduk di sana, menyeret kedua lututku. Dan yang keluar dari mulutku berupa dengungan yang lirih : "Apakah aku menyukainya?"


tbc ke curhatan selanjutnya :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar